Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – rohimahullah- berkata :
(Wajib) atas para guru untuk menjadi orang-orang yang bekerjasama diatas kebaikan dan ketakwaan. Sebagaimana hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam: “ permisalan kaum mukminin dalam kecintaan dan kelemah-lembutan mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan panas dan tidak bisa tidur ”
Dan tidak boleh bagi para guru untuk berbuat aniaya terhadap yang lainnya, tidak boleh juga menyakitinya dengan ucapan dan perbuatan tanpa _alasan_ yang benar. Sesungguhnya Allah Ta’aala berfirman : “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka Telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. Al Ahzab : 58
Dan tidak boleh juga bagi seseorang untuk memberikan sanksi / hukuman kepada orang lain yang tidak mengerjakan kedholiman, tidak boleh pula untuk melampaui batas dan menyia-nyiakan hak – mereka – dalam ranngka mengikuti hawa nafsunya. Bahkan perbuatan ini adalah termasuk kedholiman yang telah Allah dan Rasul-Nya haramkan.
Sungguh Allah Ta’aala berfirman dalam hadits yang diriwayatkan oleh Nabi-Nya ‘alaihi wasallam : Wahai hamba-hamba-Ku, sungguh Aku mengharamkan kedholiman atas diri-Ku dan Aku menjadikannya haram atas kalian maka janganlah kalian saling mendholimi. Muttafaqun ‘alaihi
Apabila seseorang telah berbuat dosa, maka tidak boleh diberi sanksi tanpa sanksi yang syar’i. tidak boleh pula bagi para guru dan ustadz untuk menghukumnya dengan semaunya – sendiri –. Dan tidak boleh pula bagi orang lain untuk menolongnya dan mencocokinya atas perbuatannya tersebut. Seperti dia memerintahkan untuk menghajr ( memboikot / tahdzir ) seseorang lantas diapun memboikotnya tanpa perbuatan dosa yang syar’i. Atau dia mengatakan, aku telah menahannya atau aku telah menyalahkannya atau yang semisalnnya. Sesungguhnya perbuatan ini adalah seperti apa yang dilakukan oleh para pendeta dan para rahib dari kalangan nasrani dan kelompok-kelompok dari kalangan yahudi. Dan juga seperti apa yang dilakukan oleh para pemimpin-pemimpin kesesatan dan permusuhan bersamaan dengan perbuatan kesesatan dan permusuhan bersama para pengikutnya.
Maka apabila seorang guru atau ustadz memerintahkan untuk menghajr seseorang, menyalahkannya, menjatuhkannya, dan yang semisalnnya maka dilihat -dulu-. Jika dia telah melakukan dosa yang syar’i, maka dia diberi sanksi sesuai dengan kadar dosanya tanpa menambah. Namun jika jika dia tidak melakukan dosa syar’i, maka tidak boleh memberinya sanksi karena tujuan si guru atau selainnya.
Tidak boleh pula bagi para pengajar untuk mengelompok-kelompokan manusia, mereka melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian. Bahkan -hendaknya- mereka seperti saudara yang saling bekerjasama diatas kebaikan dan ketakwaan sebagaimana firman Allah :“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran “ Al Maidah : 2