Dengan apa hujjah menjadi tegak?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam takfir mu’ayyan mensyaratkan tegaknya hujjah atas person tersebut berdasarkan Al Kitab dan As-Sunnah. Sesekali beliau membahasakannya dengan “tegak hujjah” dan sesekali dengan “sampainya hujjah” dan sesekali dengan “hujjah risaliyah” dan “sampainya ilmu” serta ungkapan-ungkapan lain yang semakna.
Sumber-sumber ucapan Syaikhul Islam yang mensyaratkan sampainya hujjah (bulughul hujjah) dalam takfir mu’ayyan.
1- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah saat berbicara tentang kesyirikan berkata; “Kesyirikan ini apabila hujjah telah tegak atas diri seseorang, dan dia tidak meninggalkannya, maka wajib membunuhnya seperti membunuh orang-orang musyrikin yang lain. Dan mayatnya tidak dikubur di pekuburan muslimin, tidak dishalatkan. Adapun apabila dia jahil, belum sampai kepadanya ilmu, dan belum mengetahui hakikat kesyirikan yang karenanya Nabi memerangi musyrikin, maka dia tidak dihukumi kafir.” Jami’ Al Masa’il (3/151)
2- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata menerangkan bahwa hujjah menjadi tegak dengan Al Kitab dan As-Sunnah; “Siapa saja yang menyelisihi apa-apa yang telah tetap berdasarkan Al Kitab dan As-Sunnah maka hukumnya kafir, atau fasik, atau pelaku maksiat. Kecuali apabila dia berijtihad dan keliru maka dia diganjar pahala karena ijtihadnya. Begitu pula apabila belum sampai kepadanya ilmu yang dengannya hujjah menjadi tegak. Adapun apabila hujjah telah tegak atasnya berdasarkan Al Kitab dan As-Sunnah lalu dia menyelisihinya, maka dia dihukum karenanya. Apakah dibunuh atau yang lebih ringan darinya.” Majmu’ Fatawa (1/113)
3- Syaikhul Islam berkata saat berbicara tentang perkara-perkara yang menyeret kepada kekafiran, menerangkan syarat tegaknya hujjah sebelum takfir mu’ayyan; “Tapi diantara manusia ada yang jahil terhadap sebagian hukum-hukum dengan kejahilan yang dia diberi udzur, maka seseorang tidak dihukumi kafir sampai hujjah tegak atasnya dengan sampainya risalah sebagaimana firman Allah Ta’ala; “Dan Kami tidak mengadzab (seorang pun) sampai Kami mengutus seorang rasul.” Majmu’ Fatawa (11/406)
4- Syaikhul Islam berkata saat berbicara tentang orang-orang yang meyelisihi dalam persoalan-persoalan sifat-sifat dan mengingkari Allah Ta’aala berada di ketinggian. Beliau menerangkan bahwa terkadung dalam pengingkaran terhadapnya pendustaan kepada Rasulullah dan ini adalah kekufuran. Disitu beliau berkata menerangkan syarat tegaknya hujjah; “Tapi tidak semua orang yang mengucapkan kata-kata kekufuran menjadi kafir sampai tegak atasnya hujjah yang menetapkan kekufurannya. Apabila hujjah telah tegak atasnya dia kafir ketika itu.” Majmu’ Fatawa (5/306)
5- Syaikhul Islam berkata saat berbicara tentang persoalan-persoalan istighatsah (minta keselamatan) kepada selain Allah; “Barangsiapa menetapkan untuk selain Allah apa-apa yang tidak dimiliki kecuali oleh Allah, maka dia juga kafir apabila telah tegak atasnya hujjah yang mana orang meninggalkannya menjadi kafir.” Majmu’ Fatawa (1/12)
6- Syaikhul Islam rahimahullah berkata; “Oleh karena itu para ulama tidak mengkafirkan orang yang menghalalkan suatu yang haram disebabkan baru masuk Islam, atau tumbuh di pedalaman yang jauh karena menghukumi kafir tidak berlaku kecuali setelah sampainya risalah.” Majmu’ Fatawa (4/501)
7- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata; “Seorang person tertentu tidak menjadi kafir sampai hujjah tegak atasnya seperti yang telah berlalu penjelasannya.” Syarh Hadits Jibril (573)
8- Syaikhul Islam berkata; “Pengkafiran termasuk dari ancaman, maka meskipun suatu ucapan merupakan pendustaan terhadap sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tapi bisa jadi seseorang baru masuk Islam, atau tumbuh di pedalaman yang jauh. Orang seperti ini tidak kafir dengan pengingkarannya terhadap apa yang dia ingkari sampai tegak atasnya hujjah.” Majmu’ Fatawa (3/231)
Setelah pemaparan teks-teks perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang disyaratkannya tegak hujjah dalam takfir mu’ayyan kami katakan;
Sesungguhnya istilah tegak hujjah terkait dengan beberapa persoalan yang harus diuraikan dan diterangkan. Dan hal ini telah diurai dan dijabarkan oleh para Ulama Ad-Dakwah saat menerangkan syarat tegak hujjah sebelum takfir mu’ayyan.
Mereka telah menyebutkan bahwa paham hujjah bukan syarat tegaknya hujjah, tapi hujjah tegak dengan sekedar sampainya dalil dari Al Kitab dan As-Sunnah. Mereka telah menyebutkan saat berbicara tentang tegak hujjah, bahwa bukan termasuk syarat-syarat tegak hujjah memahaminya. Tapi hujjah dianggap telah tegak atas satu kaum meski mereka tidak memahami kebenaran hujjah tersebut. Karena jika paham hujjah merupakan syarat berarti tidak ada yang kafir selain orang yang membangkang, dan ini kebatilan tanpa sedikit pun keraguan.
Maka barangsiapa mendengar hujjah dan dia berakal, maka hujjah telah tegak atasnya.
Disalin dari terjemahan kitab Dhawabith Takfir Mu’ayyan, karya Syaikh Abul Ula Arrasyid