Fadhilatus-Syaikh Utsman As-Salimi hafidzahullah pada kunjungannya ke tanah air ditanya seputar siapakah yang berhak mengkafirkan person tertentu? Perhatikanlah rincian yang beliau jelaskan, tampak kesalahan sebagian penuntut ilmu yang mengeneralisir perkara takfir seluruhnya sebagai hak ulama tanpa merincinya. Apa yang beliau jelaskan disini merupakan akidah Ahlussunnah di semua madzhab yang merinci perkara-perkara kekufuran kepada perkara yang jelas dengan perkara yang butuh penegakan hujjah kepada pelaku. Hanya kepada Allah kita mohon taufik. Berikut ini pertanyaan dan jawabannya lengkap dengan audio dan transkripnya.
Catatan: Terjemahan pada audio sengaja kami hapus karena tidak lengkap dan kurang tepat.
Tanya: Pertanyaan lainnya, apakah takfir mu’ayyan (mengkafirkan person) hak seorang ahli ijtihad atau semua orang? Dan apakah kejahilan menjadi udzur dalam perkara ini?
سؤال آخر: هل تكفير المعين حق المجتهد أوكل شخص، وهل يعذر الجهل فيها
Jawab:
Takfir mu’ayyan sulit. Hukum asalnya seorang muslim tetap pada keislamannya dan tidak dikeluarkan dari keislaman kecuali apabila melanggar kekufuran yang terang. Kekufuran yang terang, seperti orang yang sujud kepada berhala atau menyeru orang mati atau menyembelih untuk mereka selain Allah. Maka orang ini dinasihati dan (orang-orang) diperingatkan darinya. Seperti (juga) perbuatan menyembelih di kuburan dan memanggil-manggil penghuninya, atau seseorang yang mengingkari Al Qur’an atau mencaci Allah atau rasul. Maka orang ini kafir. Semua orang yang memiliki ilmu meskipun sedikit mengkafirkan orang ini.
Tapi disana ada perkara-perkara yang mana person tertentu tidak dikafirkan kecuali setelah penegakan hujjah atasnya, dan diangkat darinya kejahilan, dan orang ini bukan orang yang dipaksa (melakukannya) dan bukan juga karena dunia, seperti: berhukum dengan selain hukum yang Allah turunkan, misalnya. Kebanyakan perdebatan para penuntut ilmu seputar perkara ini.
Orang yang berhukum dengan selain hukum yang Allah turunkan, person tertentu jangan kalian kafirkan mereka. Bahkan umumnya pemerintah jangan kalian kafirkan mereka apabila hukum tersebut dalam kasus-kasus tertentu dalam bernegara misalnya. Maka seorang hakim yang memutuskan dengan selain hukum yang Allah turunkan, dilihat lagi. Apakah dia memutuskan dengan selain hukum yang Allah turunkan diatas ilmu atau karena kejahilannya. Apakah dia dipaksa atau dia memutuskan dengan selain hukum yang Allah turunkan karena faktor harta. Apabila dia jahil maka tidak dikafirkan, dan apabila karena faktor harta juga tidak dikafirkan, tapi dia pelaku maksiat, berdosa. Dan apabila disebabkan karena takut tidak dikafirkan juga.
Adapun apabila dia tahu bahwa hukum ini bukan hukum Allah, dan dia tidak dipaksa, dan dia menyamakan atau melebihkan hukum ini dari hukum Allah dan hukum rasul-Nya, atau dia menyamakan antara hukum orang-orang jahiliyah dengan hukum Allah, orang ini kafir.
Maka harus ada kaidah yang membingkai perkara ini. Dan perkara ini juga kembali kepada ahli ilmu bukan kepada para pelajar. Karena takfir mu’ayyan berbahaya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
من قال لأخيه يا كافر فقد باء بها أحدهما، إن كان كما قال وإلا رجع عليه
“Barangsiapa berkata kepada saudaranya “Ya kafir!” maka telah berlakulah (ucapan ini) atas salah seorangnya. Apabila saudaranya itu seperti yang dia ucapkan, kalau tidak maka kembali kepada yang mengucapkan.”
Dan kamu keliru mengatakan kepada orang kafir “Ya muslim” lebih ringan daripada kamu katakan “Ya kafir” padahal orang itu muslim. Wallahua’lam
تكفير المعين صعب، الأصل أن المسلم يبقى على إسلامه ولا يخرج من الإسلام إلا إذا ارتكب كفرا واضحا. الكفر الواضح، كمن يسجد للصنم أو يدعو للموتى أو يذبح لهم من دون الله فينصح ويحذر منه، كالذبح عند القبور ودعاءها أو شخص أنكر القرآن أو سب الله أو سب الرسول فهذا كافر يكفره كل من عنده شيء من العلم ولو قليلا.
لكن هناك مسائل لا يكفر هذا المعين إلا بعد إقامة الحجة عليه ويرتفع عنه الجهل ولا يكون مكرها ولا من أجل الدنيا، مثل: الحكم بغير ما أنزل الله مثلا، أكثر ما يتجادل الطلاب في هذه المسألة، الذي يحكم بغير ما أنزل الله المعين لا تكفرهم بل عموم الحكام لا تكفرهم إذا كان الحكم في المسائل الفردية مسائل فردية في الدولة مثلا. فالقاضي الذي مثلا قضى أو حكم بغير ما أنزل الله فينظر فيه هل حكم بغير ما أنزل الله على علم أو على جهل، هل هو مكره هل هو حكم بغير ما أنزل الله من أجل المال، فإن كان جاهلا لا يكفر وإن كان من أجل المال أيضا لا يكفر لكنه عاص، آثم، إن كان أيضا خائفا لا يكفر. أما إذا كان عالما بأن هذا حكم غير الله مختارا ليس مكرها وساوى أو فضل هذا الحكم على حكم الله وحكم رسوله، أو ساوى بين حكم الجاهليين وحكم الله، هذا كافر. فلا بد من ضوابط تضبط هذا الأمر. وهذا يرجع أيضا إلى أهل العلم لا إلى الطلبة . فتكفير المعين خطير قال النبي صلى الله عليه وسلم (من قال لأخيه يا كافر فقد باء بها أحدهما، إن كان كما قال وإلا رجع عليه) ولأن تخطيء بأن تقول لشخص كافر “يا مسلم” أهون من أن تقول “يا كافر” وهو مسلم. والله أعلم.
Sumber: https://www.dropbox.com/s/x73h06aai0t6qmx/takfirMuayyanLengkapSyaikhUtsman.mp3?dl=0