Walau Satu Ayat

Ketika seseorang telah mengetahui kebenaran dan mengamalkannya, maka tahapan selanjutnya adalah mendakwahkan kebenaran yang ia pegang dan bersabar dalam mendakwahkannya.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan generasi salaf terdahulu adalah sebaik-baik tauladan dalam hal ini.

Sudah menjadi ciri dan karakter ummat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berdakwah ke jalan Allah Ta’ala di atas bashirah. Allah Ta’ala berfirman di dalam Kitab-Nya yang mulia,

“Katakanlah, “Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Qs. Yusuf: 108)

Kemuliaan berdakwah ke jalan Allah
Asy-Syaikh Rabi’ Hafidzahullah berkata, “Sepertinya sebaik-baik yang pernah dikatakan tentang kedudukan dakwah ke jalan Allah Ta’ala adalah apa yang dikatakan oleh Al Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah, “Maka berdakwah ke jalan Allah Ta’ala adalah peran para Rasul dan pengikut mereka….
Dan menyampaikan sunnah-sunnahnya kepada ummat lebih utama dari melemparkan anak-anak panah ke leher-leher musuh. Karena melempar anak-anak panah bisa dilakukan oleh semua orang, sedangkan menyampaikan sunnah-sunnah tidak bisa diemban kecuali oleh para pewaris Nabi dan para pengganti mereka pada ummatnya”. An-Nashihah karya Asy-Syaikh Rabi’ Al Madkhali Hafidzahullah (Hal: 9 cet: Daarul Minhaj)

Dan diantara keutamaan berdakwah ke jalan Allah Ta’ala adalah, ia merupakan benteng yang kokoh bagi ummat dan masyarakat dari musibah dan bencana. Allah Ta’ala berfirman di dalam Kitab-Nya yang mulia,

“Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. Dan Rabbmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang melakukan perbaikan”. (Qs. Huud: 116-117)
Asy-Syaikh Saliim Al Hilali Hafidzahullah berkata, “Ayat ini merupakan isyarat yang menyingkap salah satu dari sunnah-sunnah Allah Ta’ala pada ummat-ummat terdahulu. Maka ummat yang rusak dengan penghambaan kepada selain Allah Ta’ala pada salah satu dari bentuk-bentuknya, kemudian ada yang bangkit mengingkarinya merekalah ummat yang selamat, mereka tidak di hukum dengan adzab dan kebinasaan. Sedangkan ummat yang merebak di sana kedzaliman dan kerusakan dan tidak ada yang mengingkarinya atau ada yang mengingkarinya tapi tidak membekas pada kondisi yang rusak maka sesungguhnya sunnatullah berlaku pada mereka dan (Allah) membinasakan mereka dengan sejadi-jadinya…dari sini tampaklah nilainya dakwah ke jalan Allah Ta’ala dan nilai upaya membersihkan bumi Allah Ta’ala dari kerusakan yang menyelimutinya, karena ia merupakan benteng yang kokoh bagi ummat dan masyarakat”. Lihat Bahjatun Nadzirin (1/34 cet: Daar Ibnul Jauzi)

Makna berdakwah ke jalan Allah
Lalu apa yang dimaksud dengan berdakwah ke jalan Allah Ta’ala? Berkata Asy-Syaikh Rabi’ Al Madkhali Hafidzahullah di dalam kitabnya An-Nashihah (hal 8-9), “Pengertian yang paling afdhal tentang dakwah ke jalan Allah Ta’ala menurutku adalah apa yang pernah diterangkan oleh Ibnu Taimiyah Rahimahullah, ia berkata, “Berdakwah ke jalan Allah Ta’ala adalah berdakwah kepada keimanan kepada-Nya dan kepada setiap apa yang dibawa oleh rasul-rasul-Nya, dengan membenarkan setiap berita yang mereka bawa dan mentaati setiap perintahnya.

Dan terkandung pada yang demikian itu dakwah kepada dua kalimat syahadat, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji ke baitullah. Juga terkandung padanya dakwah kepada keimanan kepada Allah Ta’ala, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan keimanan kepada hari kebangkitan setelah kematian serta beriman kepada takdir yang baik dan takdir yang buruk, dan berdakwah agar setiap orang beribadah kepada Allah Ta’ala seolah-olah mereka melihat-Nya. Sesungguhnya ketiga derajat ini yaitu Islam, Iman dan Ihsan adalah agama Allah Ta’ala…

Maka berdakwah ke jalan Allah Ta’ala adalah dengan berdakwah kepada agama Allah Ta’ala dan intinya adalah peribadahan kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya sebagaimana untuk itulah para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan …”. Majmu’ Fatawa (15/160)
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka di atas kebaikan telah bangkit mengemban tanggung jawab yang mulia ini menyampaikan agama Allah Ta’ala ke segenap penjuru dunia dengan penuh pengorbanan tanpa kenal lelah, menyeru kepada tauhid dan memerangi kesyirikan, dalam rangka merealisasikan firman Allah Ta’ala,

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik”. (Qs. An-Nahl: 125).
Dan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam juga mengutus utusan-utusannya semuanya di atas tujuan yang sama, membersihkan bumi Allah Ta’ala dari najis-najis kesyirikan. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”. (Qs. Al Baqarah: 193)
Al Imam Ibnu Jarir At-Thabari di dalam tafsirnya berkata, “Sehingga tidak ada kesyirikan kepada Allah Ta’ala dan sehingga tidak satu pun diibadahi selain Dia dan lenyaplah peribadahan kepada berhala dan sesembahan-sesembahan dan tandingan-tandingan. Sehingga ibadah dan ketaatan hanyalah untuk Allah Ta’ala semata”.
Dan di dalam hadits Abu Hurairah Radhyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi sekalian manusia sampai mereka mengucapkan laa ilaaha illallaah, maka apabila mereka telah mengucapkannya, terlindungilah dariku darah-darah mereka dan harta benda mereka kecuali dengan alasan yang dibenarkan dan perhitungan mereka di sisi Allah”. HR Muslim.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus Muadz bin Jabal Radhyallahu ‘anhu ke yaman dengan amanah, “Sesungguhnya kamu mendatangi kaum ahli kitab, jadikanlah dakwahmu (ajakanmu) yang pertama kepada mereka syahadat laa ilaaha illallaah –dan dalam riwayat yang lain- agar mereka mentauhidkan Allah”. Muttafaqun ‘Alaihi.
Dan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam juga pernah mengutus Jarir bin Abdillah Radhyallahu ‘anhu ke Yaman, beliau berkata, “Maukah kamu menenangkan hatiku menghancurkan Dzil Khalashah”. Muttafaqun ‘Alaihi dari Jarir bin Abdillah Radhyallahu ‘anhu.
Ibnu Jarir Rahimahullah berkata, “Tidak ada yang paling meletihkan hati Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dari masih adanya segala yang diibadahi selain Allah Ta’ala”. Lihat Al Fath (8/72)
Dan begitu pula para shahabatnya Radhyallahu ‘anhum berjalan di atas garis ini. Ali bin Abi Thalib Radhyallahu ‘anhu berkata kepada Abul Hayyaj, “Inginkah kamu aku utus seperti Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dahulu mengutusku: Jangan tinggalkan satu pun gambar (makhluk hidup) kecuali kamu hapus, dan jangan pula kuburan yang ditinggikan kecuali kamu ratakan”. HR Muslim dari Ali bin Abi Thalib Radhyallahu ‘anhu. Inilah manhaj para nabi dan jalan yang wajib diikuti dalam berdakwah ke jalan Allah Ta’ala.

Abdullah bin Mas’ud Radhyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, “Suatu hari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam membuatkan untuk kami sebuah garis, kemudian beliau berkata, “Inilah jalan Allah”. Kemudian beliau membuat di samping kiri dan kanannya garis-garis yang lain, dan beliau berkata, “Sedangkan yang ini adalah jalan-jalan, pada setiap jalan tersebut ada syaithan yang mengajak kepadanya”. Dan beliau Shallallaahu ‘alaihi wasallam membaca, “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa”. (Qs. Al An’am: 153)
Dan jalan yang dimaksud pada ayat tersebut adalah apa yang dijelaskan pada ayat sebelumnya, yaitu yang terdapat pada firman-Nya,
“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabbmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,… Demikian itu yang diperintahkan oleh Rabbmu kepadamu supaya kamu ingat”. (Qs. Al An’am:151-152). Kemudian Allah Ta’ala berfirman pada ayat selanjutnya, “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia…”. (Qs. Al An’am: 153)

Buletin Jum’at Tahun I/ Vol. 1/ Ed. 1

PDF Ready Offset

PDF Ready Offset tanpa info kajian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *