Dahulu seorang murid Imam Ahmad suka mendatangi Al Harits Al Muhasibi. Ia berkata kepada Imam Ahmad sesungguhnya Al Harits ini begini dan begitu, orangnya khusyu’, shalih dan taat. Lalu Ahmad bertanya; Kapan ia mendatangimu? Dijawab; Dia datang setelah Maghrib. Ahmad berkata; Kalau begitu aku akan datang dan tempatkan aku di satu tempat yang aku bisa mendengar ucapannya, tapi ia tidak bisa melihatku.
Maka Imam Ahmad pun datang dan sembunyi. Dan ketika orang-orang sudah shalat Maghrib, mereka duduk dan dihidangkanlah dihadapan mereka makanan, kemudian shalat Isya lalu mereka kembali dan duduk lagi di rumah, kemudian mereka duduk sesaat, diceritakan; Al Haris belum berkata-kata ketika itu tapi hanya diam dan tampak padanya rasa takut, kekhusyu’an dan ketaatan.
Kemudian salah seorang yang hadir bertanya kepadanya, lalu bicaralah Al Harits dengan ucapan ahli suluk dan hati. Dan Al Harits terus berbicara sedangkan hadirin ada yang pingsan dan diantara mereka ada yang menangis.
Lalu orang ini, yaitu murid Imam Ahmad berkata; Maka aku pun naik untuk melihat Ahmad, ternyata dia pun menangis. Aku bertanya: Wahai Aba Abdillah, bagaimana menurutmu? Ahmad menjawab; Aku tidak pernah mendengar ucapan lebih indah dari ini, akan tetapi jangan berteman dengannya.
Berkata Asy-Syaikh Shalih Alu Asy-Syaikh; Kenapa? Karena ucapan yang ia sampaikan, tidak ada tuntunan dari petunjuk Ahlussunnah sebelumnya. Tapi ia mendatangkan ucapan seputar suluk yang baru dan bentuk kekhusyu’an yang tidak dikenal ulama. Ia merupakan cara-cara baru yang tidak ada contohnya dari orang terdahulu. Kerena itu ia khawatir dengan sebab perkara baru ini, bahwa jika si murid ini bersama dengan Al Harits, ia akan terseret kepada bid’ah.
Oleh karena itu Imam Ahmad melarang dari bergaul dengan Al Harits dan bermajlis dengannya pada kondisi tersebut disebabkan nukilan yang sampai kepadanya bahwa Al Harits keliru pada beberapa ucapannya.
Sumber: https://soundcloud.com/ajurry/waqafat-25
