Pertanyaan: Fadhilatus-Syaikh, sebagaian ikhwah dari para penuntut ilmu yang Allah telah mendapatkan anugrah berupa akidah yang lurus tinggal di negeri-negeri yang dipenuhi dengan kebid’ahan, kesyirikan dan kemungkaran-kemungkaran yang besar. Tapi kami dapati mayoritas kesibukan dan pelajaran-pelajarannya adalah dalam ilmu alat. Seperti musthalah dan yang semisalnya. Atau tahqiq dan takhrij kitab-kitab. Atau seperti pelajaran-pelajaran fikih dan yang semisalnya. Dan kami tidak dapati pada mereka pelajaran-pelajaran atau kesungguhan dalam meluruskan akidah yang rusak dan bid’ah-bid’ah yang tersebar di negerinya! Apa ada nasihat darimu untuk mereka? Dan apakah mereka berdosa meninggalkan dakwah kepada tauhid, memerangi bid’ah-bid’ah dan kesyirikan, padahal ummat sangat butuh kepadanya?
Jawab: Tidak diragukan bahwa perhatian terhadap ilmu hadits dan sanad serta tahqiq kitab-kitab hadits merupakan ibadah yang agung dan sangat dibutuhkan dan merupakan jalan yang ditempuh oleh para ulama terdahulu dan sekarang. Namun sebagaimana diketahui bersama bahwa itu semua adalah sarana untuk mengetahui hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan membudakan yang shahih dari selainnya. Dan yang menjadi tujuan dari memahami Kitabullah dan sunnah Rasulullah adalah mengamalkan keduanya dan berdakwah kepadanya. Sehingga menghabiskan waktu dengan sarana dan mengabaikan tujuan adalah kekeliruan yang jelas yang tidak layak dilakukan para penuntut ilmu dan tidak pula oleh orang yang memiliki bashirah dan pemahaman akan agama.
Allah telah mengutus Muhammad sebagai rasul dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Allah tampakkan agama ini atas segenap agama walaupun orang-orang musyrik benci. Dan hal ini telah terwujud dengan sebab beliau dan para shahabat beliau serta para pengikutnya. Maka yang wajib adalah menempuh jejak mereka dengan memberikan perhatian kepada tadabbur Al Qur’an dan sunnah dan memahami keduanya serta mengamalkannya dan berdakwah kepadanya. Dan diantara kewajiban terbesar adalah mengajak kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar. Dan dimaklumi bahwa kemungkaran terbesar adalah kesyirikan dan kebid’ahan, baik yang besar maupun yang kecil. Sehingga wajib atas ahli ilmu menunaikan peran ini sebagai bentuk pengamalan akan firman Allah;
[Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung] (QS. 3:104) dan orang yang menegakkannya termasuk ke dalam keumuman firman-Nya;
[Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.] (QS. 3:110)
Dan dimaklumi bahwa amar ma’ruf nahi munkar termasuk dari fardhu kifayah. Artinya bahwa kapan peran ini belum ditegakkan dengan benar dia menjadi fardhu ‘ain atas siapa saja yang memiliki kemampuan, sebagai bentuk nasihat untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya dan untuk muslimin pada umumnya dan pemimpin mereka.
Maka wahai ikhwah! Tegakkanlah kewajiban yang agung ini, kewajiban berdakwah ke jalan Allah dan amar ma’ruf nahi munkar. Inilah jalannya Rasululullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para pengikutnya, sebagaimana yang Allah firmankan;
[Katakanlah, “Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”] (QS. 12:108)
Dan tidak luput dari kalian keutamaan berdakwah ke jalan Allah dan balasan apa yang akan di dapat dari memberi petunjuk kepada manusia. Pujian serta motivasi apa yang lebih besar yang melebihi pujian Allah Ta’aala pada firman-Nya;
[Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata:”Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”] (QS. 41:33)
Kita minta kepada Allah agar Dia menjadikan kita diantara orang-orang yang menempuh jalannya orang-orang yang beriman dan menjadikan kita sebagai pemberi petunjuk yang ditunjuki. Sesungguhnya Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Allahu A’lam.
Sumber: Syarah Kitab Tauhid Ibnu Rajab, Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al Barrak hafidzahullah