Tidak jarang kita mendengar orang yang mengutarakan hal ini, terlebih saat diskusi pada pembahasan tentang keimanan dan kekufuran. Maksud mereka tiada lain adalah membela para pelaku kesyirikan yang terang, bahwa mereka tidak boleh dikafirkan dengan alasan Imam Ahmad saja tidak mengkafirkan Al Ma’mun. Tapi benarkan hal ini, bahwa Imam Ahmad tidak mengkafirkan Al Makmun?!
Al Ma’mun adalah Khalifah Dinasti Abbasiyah yang ke-7, Abul Abbas Abdullah Al Ma’mun bin Harun Ar-Rasyid. Lahir tahun 786 M di Baghdad dan wafat pada tahun 833 di Tarsus. Kekuasaannya berlangsung dari tahun 813 sampai 833 masehi.
Pada masa kepemimpinannya kelompok Mu’tazilah berhasil memiliki pengaruh di kerajaan. Tokoh yang mempengaruhi Al Makmun sehingga ia menerima pandangan bahwa Al Qur’an adalah makhluk, alias ciptaan dan bukan sifat Allah adalah Ahmad bin Abi Du’at. Sehingga menjelang akhir kekuasaannya, Al Makmun mulai memaksakan akidah kufur ini kepada para ulama, diantara mereka adalah Ahmad bin Hanbal. Dalam merespon pemaksaan ini para ulama bisa dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, ulama yang menolak sehingga disiksa dan sebagiannya ada yang mati. Kedua, mereka yang menerima karena paksaan. Ketiga mereka yang menerima dengan kerelaan. Dan diantara ulama yang tetap teguh dalam berpegang dengan akidah islam yang lurus adalah Al Imam Ahmad. Sampai beliau disiksa karenanya selama 3 generasi kekuasaan Dinasti Abbasiyah: Al Makmun, Al Mu’tashim dan Al Watsiq.
Kufurnya anggapan bahwa Al Qur’an adalah makhluk adalah perkara yang dikenal luas oleh ummat Islam. Karena kesabaran Al Imam Ahmad dalam ujian ini ia pun dinobatkan sebagai imamnya Ahlussunnah wal Jama’ah. Tapi benarkan Al Imam Ahmad tidak mengkafirkan Al Ma’mun, sedangkan dia yang mengajak manusia kepada kekufuran dan memaksakannya.
Jawabnya adalah, tidak ada riwayat yang tegas yang mengungkapkan bahwa Al Imam Ahmad mengkafirkan atau tidak mengkafirkan Al Ma’mun. Tapi benar riwayatnya dari Al Imam Ahmad bahwa beliau abstain dalam menilai Al Ma’mun, kafir atau tidak dan kuatir akan nasibnya yang buruk (di akhirat). Karena dia mati diatas bid’ah yang sangat besar.
Diriwayatkan dari Al Imam Ahmad bahwa ia berkata:
1- “Bagaimana aku bisa mengatakan tentangnya “Amirul Mukminin” sedangkan dia sendiri mengatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluk.” (As-Sunnah, Abdullah)
2- “Aku ingin memohonkan ampunan untuknya (Al Makmun), tapi aku tidak bisa. Lisanku kelu.”
3- “Tidak boleh shalat di belakangnya (orang yang meyakini Al Qur’an makhluk). Tapi bagiku seseorang tidak dikafirkan sampai ia mengajak oranglain kepadanya.”
4- Terdapat di dalam As-Sunnah, karya Al Khallal dari Abu Thalib ia berkata: Aku bilang kepada Abu Abdillah (Al Imam Ahmad): “Di Tarsus mereka melewati kuburan seseorang.” Kata penduduk Tarsus: “Yang kafir itu, semoga Allah tidak merahmatinya.” Lalu Al Imam Ahmad berkata: Benar! Semoga Allah tidak merahmatinya. Dialah orangnya yang membangun paham ini dan mendatangkan ini.
Maklum diketahui bahwa tidak diketahui seorang pun dari tokoh Jahmiyah yang dikubur di Tarsus selain Al Makmun, khalifah yang memaksakan paham kufur ini kepada ulama dan masyarakatnya.
Kesimpulan: Tidak ada statemen yang tegas dari Al Imam Ahmad bahwa ia mengkafirkan Al Makmun, begitu juga bahwa ia tidak mengkafirkannya. Tapi dari riwayat-riwayat yang ada indikasi kepada pengkafiran lebih kuat daripada kebalikannya.
Kedua, tidak ada kelaziman pada pengkafiran harus mengutarakan (tasrih). Bisa jadi Al Imam Ahmad mengkafirkan Al Ma’mun tapi menolah untuk mengutarakannya. Hal ini bisa disebabkan karena khawatir fitnah, atau dalam rangka menjaga persatuan ummat.
Wallahua’am.