Terhenyak saya ketika membaca kisah nyata kiriman dari sahabat barusan di email..
Dia menceritakan kisah kejadian hidupnya beberapa waktu lalu, yang mana sungguh dalam kisah tragis yang menimpanya tersebut banyak sekali pelajaran dan pengajaran yang bisa saya ambil, ..
Berikut kisahnya..
Sebut saja namanya S (saya ambil inisialnya – admin),..
S berkisah :
Aku adalah seorang pekerja disebuah perusahaan internasional Gas, dan aku ditempatkan di negara yang memiliki Gas no 1 didunia. Dari negeriku indonesia, kami berangkat bertiga, sebut saja N dan M (Inisial dari Admin). Kami sudah bersahabat sejak bersama di kantor negeri Indonesia tercinta ini. Dan diperusahaan baru pun kami ditempatkan dalam satu ruangan kantor yang sama. Bahkan disana dalam beberapa bulan kami di posisikan sebagai team khusus, yang mana Team kami merupakan team yang paling kompak dan selalu berhasil menyelesaikan semua pekerjaan kami secara sempurna.
Secara otomatis, kami yang satu team, sering sekali bersama, baik dalam kantor, dilapangan, bahkan kami sering tidur bersama dalam sebuah hotel dibanyak lokasi pekerjaan saat kami ditugaskan bersama sama, bahkan dalam sekian hari, kami pernah dan sering bersama tanpa berpisah.
Dalam aktivitas kebersamaan kami, tentu saja banyak dokumentasi yang kami buat, bahkan terkadang, kami berfoto ria pasca beres pekerjaan dan mengaploadnya di akun social media yang kami miliki. Entah mungkin ratusan foto kami terpampang disana. Dan bahkan teman teman kantor kami, berfikir bahwa kami memang perfect, kompak, dan team yang istimewa yang jarang sekali ada team dan sahabat yang seperti kami, demikian dinyatakan oleh teman teman kami baik atasan kami, teman kantor dan teman teman di social media.
Suatu hari, aku menemukan sebuah catatan dalam buku agendanya yang tergeletak di ranjang hotel tempat kami menginap dalam satu misi khusus penelitian. Seingatku, tulisan itu hanya berupa bait bait syair sederhana yang dibuat N pemilik buku, yang seolah olah menyindirku, dan entah mengapa, pasca membacanya hatiku bergejolak, aku tiba tiba menjadi sangat membencinya.
Dari detik ke detik, menit ke menit, jam berlalu, hari terlewati, entah mengapa kebencian itu seperti semakin menggelegak, seperti bara api yang membara tertiup angin, aku berusaha menahan sikapku kepadanya untuk biasa saja, tapi aku tak mampu, akhirnya nampaklah ketidak sukaanku kepadanya, dan tercium oleh sahabatku M. M mencoba bertanya dan menelisik tentang alasan apa yang membuatku demikian, aku tak tahan, akhirnya kuceritakan semuanya kepada M, M terkejut sambil berkata: “Cuma karena ini kamu menjadi seperti itu? Padahal bisa jadi itu bukan ditujukan kepadamu, dan bisa jadi dia tidak bermaksud apa apa kepadamu.”
Tapi aku tak bisa menerima nasehat M, yang ada dalam benakku adalah kebencian, seolah olah setiap apa yang N lakukan adalah seluruhnya salah!! Dimataku N seperti syetan, tak ada lagi kebaikan didirinya. Bahkan pernah suatu ketika, disaat dia sedang berbicara dengan salah satu teman kantorku, kebencianku meledak, dan tak bisa kutahan, seolah olah mereka sedang membicarakan aku, aku melabraknya, aku memakinya, dihadapan semua orang !! Aku seperti orang yang kehilangan kendali, aku seperti tak mengenalnya, bahkan aku seperti tak mengenal diriku sendiri !!
Kebencian yang semakin meningkat, membuatku berfikir bagaimana menyingkirkannya dari sisiku, aku sangat tidak nyaman saat melihatnya, apalagi saat bersamanya, apalagi satu team dengannya!! Kucari kesalahan dia, dan suatu hari, aku temukan, lalu aku laporkan kepada atasanku, dengan bahasa sepandai lisanku yang tak bertulang, aku bongkar semua kejelekan yang kutahu selama ini, yang padahal diantara kesalahan itu, kusadari dihati ku, aku pun memiliki peran. Kuhasut semua teman sekantor untuk membencinya. Dan aku berhasil !!
Disaat keluar surat keputusan, pemberhentian tidak hormat kepada N, aku seperti syetan tertawa senang, bahkan M sampai berkata kepadaku : “Kamu seperti anak anak, sikapmu aneh, aku sangat tidak mengenal kamu!! ”
Tapi aku menikmati semuanya, kepuasanku adalah saat melihat kehancurannya, kesenanganku adalah saat orang lain terpengaruh dengan ajakanku.
Hingga kepulangannya ke indonesia, N tak banyak berkata kata, tak banyak berbicara, bahkan dihadapan atasanku dia tak menjelaskan apa apa.
Aku masih ingat bagaimana saat N mencoba berbicara baik baik denganku, aku menolaknya dengan kasar, bahkan aku mendorong dadanya sambil berkata : “Dajjal kamu, muak aku melihatmu..!!” N diam tak melawan, dia hanya menatapku dengan tatapan sedih.
Beberapa bulan kemudian, saat aku menghadiri kajian rutin yang biasa diadakan oleh kantor kami, aku dan M mengikutinya. Materi pembahasan dari seorang syekh yang sudah lanjut usia tersebut adalah tentang aqidah. Di sesion tanya jawab, ada salah seorang jama’ah yang hadir bertanya tentang penyakit ‘Ain, sekitar 20 menit syekh yang sudah beruban tersebut menjelaskan soal ‘Ain, penyebab dan Pengaruhnya. Tiba tiba M mencolekku sambil berkata : “Sehabis pengajian, kamu ikut saya untuk bertemu dengan syekh secara pribadi.” Aku tak faham maksudnya. Tapi aku diam saja disaat dia membawaku menuju ruang khusus istirahat Syekh setelah selesai mengisi pengajian.
M meminta izin kepada panitia untuk menemui syekh dengan alasan ingin konsultasi pribadi, kami pun di izinkan. Kami hanya bertiga dalam 1 ruangan tersebut. Dihadapan syekh M membeberkan kisahku dengan N, dan di akhir ceritanya dia berkata : “Yaa Syekh, salahkah aku menduga jika kawanku ini terkena ‘Ain?” Saat itu aku menyimaknya dengan rasa tidak suka, tapi karena Kharisma yang dimiliki Syekh yang sudah beruban rambut dan jenggotnya tersebut, aku tak mampu berbuat apa apa, aku cuma menyimak, bahkan tanpa membantahnya sedikitpun jua.
Setelah mendengarkan cerita M, Syekh tersebut menatapku dengan pandangan matanya yang sangat tajam, yang seolah olah menembus jantungku dan tak mampu aku membalas tatapannya. Beberapa menit lamanya syekh tersebut menatapku, lalu berpaling dan bertanya kepada temanku : “Apa kalian punya akun social media? Apakah kalian sering Apload Foto foto kebersamaan kalian disana?”
M Menjawab : “Ya Syekh, betul kami punya dan suka melakukan hal tersebut.”
Syekh lalu menarik nafas dalam dalam sambil berkata : “Sepertinya temanmu ini terkena ‘Ain, bisa jadi akibat foto foto yang kamu pampang disana. Allaahu A’laam, Barakallaahu Fiikum.. Ruqyahlah temanmu ini.”
Lalu syekh memberikan penjelasan dari Ibnul Katsir entah Ibnul Qayyim yang aku lupa nama kitabnya, dan menjelaskan bahwa ‘Ain bisa terjadi melalui khayalan, gambar dan tatapan langsung.
Kemudian M meminta Syekh untuk meruqyah aku, dan syekh menyanggupinya, malamnya ba’da Isya di hotel tempat syekh menginap, aku dibacakan ayat ayat Al Qur’an, sungguh tak nyaman badanku saat itu, terasa panas, ada sesuatu yang seperti membakar, setelah itu aku diminta mandi dan shalat sunnah mutlak 2 raka’at.
Panjang lebar aku diberikan nasehat oleh syekh, dan disuruh memperbanyak membaca istighfar, memohon ampunan kepada Allah dan membaca Ta’awwudz. Aku pun melakukannya.
Beberapa hari kemudian, entah 4 atau hari ke 5, aku bermimpi bertemu dengan N, dia menatap tajam kepadaku dimimpiku, dan seolah menusuk jantungku, akupun terbangun, dan saat itu aku seperti merasakan perasaan campur aduk, antara rindu dan merasa sangat bersalah. Alhamdulillaah ‘Ala kulli hal , kebencianku seperti terbang, melayang, dan aku menyadarinya, inilah kebaikan yang Allah berikan kepadaku.
Kini aku mencari N, sayangnya sejak kontak kami terputus, aku kesulitan menemukan dan melacak keberadaan N, ingin rasanya aku meminta maaf atas semua kesalahan kesalahanku dulu, yang entah mengapa aku tak sadari semua tindakan dulu kepada N sangat diluar nalar dan akal sehat. Rasa bersalahku belum tertebus, aku telah zhalim , aku ingin meminta maaf padanya, aku merindukan canda dan tawa saat dulu kami bersama. N Maafkan aku .
Itulah kisahku saat ‘Ain menyapaku..
—————- selesai saya ringkaskan, dan saya edit beberapa kalimat tanpa mengurangi makna isi ceritanya —–
Komentar saya :
Subhanallaah, ‘Ain adalah Haq (benar) , ‘Ain memang termasuk perkara TakdirNya, tapi kita tak pernah tahu, bisa jadi ‘Ain menimpa kita.
Dengan ini saya insya Allah akan memperbaiki diri, mengambil dari pelajaran cerita diatas, untuk menghapus foto foto pribadi, ataupun saat bersama kawan kawan, dan keluarga.
Hukum foto dalam dunia maya memang telah menjadi khilaf para ulama, akan tetapi ‘Ain adalah RahasiaNya, yang bisa menimpa kita kapan saja, jika dimasa lalu saya pernah melakukannya memajang foto foto saya, maka mulai hari ini saya insya Allah rujuk, semoga Allah melindungi kita dan keluarga kita dari bahaya kedengkian pandangan mata (‘Ain) .
Di kisahkan ulang oleh :
Muhammad Yusuf
Dari kiriman email : s**m**fa***@gmail.com
(Saya sudah meminta izin beliau untuk menerbitkannya di blog saya ini)
sumber:
http://catatanmy.wordpress.com/2014/05/07/ketika-ain-menyapaku/