Kewajiban Mentaati Pemerintah dalam Ketaatan

 

Segala puji hanyalah milik Allah semata, shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita nabi besar Muhammad, para shahabat, keluarga, dan orang-orang yang setia mengikuti tuntunannya sampai akhir zaman. Amma ba’du;

 

Melihat maraknya aksi demo  belakangan ini, seorang muslim tentunya bertanya-tanya seperti apa kiranya tuntunan Nabinya dalam menghadapi kesulitan-kesulitan ini, apakah ikut-ikutan berdemo dengan pada aktivis dan yang lainnya atau apa yang harus diperbuat. Untuk itulah tulisan ini dibuat semoga pesan yang dibawa olehnya dapat menjadi pencerahan dan pembimbing bagi kita semua, amin.

 

Ketahuilah, sesungguuhnya Islam datang membawa ajaran yang mulia, di antaranya adalah ketaatan kepada pemerintah, dalam keadaan sulit maupun senang, sempit maupun lapang. Adapun menolak dan membangkang kepada pemerintah dalam keputusan dan kebijakannya, ini adalah diantara adat dan kebiasaan jahiliyah yang dahulu sengaja diselisihi oleh Islam. Sebagaimana disebutkan oleh Al Imam Mujaddid Dakwah Salafiyah Muhammah bin Abdul Wahab dalam kitab Masa’il Jahiliyah-nya pada poin ketiga yang diberi judul oleh asy-Syaikh Shalih al Fauzan hafidzahullah;

 

– Anggapan kaum jahiliyah dahulu bahwa pembangkangan kepada pemerintah adalah kemuliaan sedangkan mendengar dan tunduk kepadanya adalah rendah dan kehinaan –

 

Berkata Al Imam Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah; (Poin Ketiga; “Sesungguhnya (kaum Jahiliyah menganggap-ed) pembangka-ngan kepada pemerintah dan tidak mau taat kepadanya adalah kemuliaan,  sedangkan mendengar dan tunduk kepadanya adalah rendah dan kehinaan. Maka Rasulullah –pun menyelisihi mereka, memerintahkan (ummatnya) untuk mendengar dan taat dan (menegakkan) nasihat, tegas, keras, dan terus menerus beliau  sampaikan hal ini)”.

Sebelumnya Allah Ta’ala telah berfirman di dalam al-Qur’an;

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu”  (Qs. An-Nisaa’; 59).

Dan Rasulullah  bersabda;

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dan dari Nabi , beliau  bersabda, “Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan taat dalam urusan yang ia suka ataupun tidak, kecuali apabila diperintah kepada maksiat, maka apabila diperintah kepada maksiat maka tidak ada lagi (prinsip untuk) dengar dan taat”. Muttafaqun ‘alaihi.

Ketahuilah bahwa pembangkangan dan penolakan terhadap satu dari kebijakan pemerintah merupakan bentuk pemberontakan yang dilarang dalam Islam. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan;

 

“Telah terjadi kenaikan harga di zaman Rasulullah , berkata pada shahabat, “Wahai Rasulullah, turunkan harga-harga untuk kami! Beliau  menjawab, “Sesungguhnya Allah, Dialah Yang menentukan harga, Yang Menahan dan Memberi (rizki)…”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3451), At Tirmidzi (no. 1317) dan Ibnu Majah (no. 2200). Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata; (Shahih). Lihat Shahih sunan at-Tirmidzi (2/60; bab; Maa’Ja’a fit Tas’iir, no. 1314).

 

Beliau  memerintahkan tetap taat dan sabar. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah  bersabda; “Sesungguhnya akan muncul sepeninggalanku orang-orang yang mengutamakan kepentingannya sendiri dan perkara-perkara yang kalian ingkari”, para shahabat berkata, “Wahai Rasulullah apa perintahmu kepada kami? Beliau menjawab, Tunaikanlah kewajiban kalian (ketaatan kepada pemerintah-penerj) dan mintalah hak kalian kepada Allah”. Muttafaqun ‘alaih.

 

Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah  bersabda, “Barangsiapa yang benci dari pemerintahnya satu kebijakan maka bersabarlah karena barangsiapa yang membangkang pemerintah sejengkal saja, ia mati dalam keadaan jahiliyah”. Muttafaqun ‘alaih.

 

Asy-Syaikh Sa’d bin Hamad bin Atiq rahimahullah menulis kepada ikhwan…seperti yang terdapat dalam kitab ad-Durar as-Sanniyyah (7/282): “dan di antara yang menjadi ajaran orang-orang jahil lagi tertipu tersebut adalah meremehkan kedaulatan kaum muslimin dan menggampang-gampangkan perbuatan menyelisihi pemerintahnya dan membangkang dari ketaatan kepadanya serta mengusiknya dengan memerangi dan cara-cara lainnya. Ini diantara kebodohan dan perbuatan merusak dimuka bumi yang diketahui oleh setiap yang memiliki akal dan keimanan. Telah darurat diketahui dari ajaran Islam bahwa tidak ada agama kecuali dengan jamaah dan tidak ada jamaah kecuali dengan pemimpin dan tidak ada pemimpin kecuali demgan mendengar dan taat. Bahwasanya keluar dari ketaatan pemerintah muslim diantara sebab terbesar munculnya kerusakan negeri dan rakyat dan (hal ini) merupakan perbuatan menyimpang dari jalan yang lurus dan keberpalingan dari petunjuk”.

 

Sebagaimana kita dilarang untuk membangkang  kepada pemerintah, kita pun dilarang dari berburuk sangka kepada mereka. Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Latif dan asy-Syaikh Abdullah bin Abdul Azis al ‘Anqary rahimahumullah; “Juga di antara hal-hal yang yang disusupkan syaithan (kepada orang-orang yang taat) adalah; berburuk sangka kepada pemerintah dan tidak mau taat kepadanya. Sesungguhnya ini adalah di antara bentuk kemaksiatan terbesar dan merupakan ajaran jahiliyah yang orang-orangnya tidak menganggap mendengar dan taat sebagai sikap beragama (yang benar) bahkan setiap mereka menjagokan pikirannya.

 

Dan banyak dalil-dalil dari al-Kitab dan as-Sunnah berkenaan dengan wajibnya mendengar dan taat kepada pemerintah dalam keadaan senang maupun susah, sempit maupun lapang, sampai-sampai beliau  bersabda:

 

Dengar dan taatlah, walaupun ia mengambil hartamu dan walaupun ia mencemeti punggungmu”.

Kita juga dilarang menjelek-jelekkan pemerintah, mancaci-maki dan mencela mereka.

Diriwayatkan dari anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata, “Para pembesar shahabat Rasulullah  telah melarang kami dari mencela pemerintah kami dan jangan kalian bermuslihat kepadanya dan jangan kalian bermaksiat kepadanya, bersabar dan bertakwalah kepada Allah Ta’ala karena sesungguhnya perkaranya dekat”.

 

Dalam lafal yang lain; “Pembesar-pembesar kami dari para shahabat Rasulullah  melarang kami dari mencaci-maki pemerintah kami…”

 

(Dahulu Abul Harits ash-Shaigh pernah mendatangi al Imam Ahmad, ia (Abul Harits) berkata; Saya bertanya kepada Abu Abdillah (al Imam Ahmad) tentang sesuatu yang terjadi di baghdad dan masyarakat berkeinginan untuk memberontak. Maka saya katakan; “Wahai abu Abdillah, apa pendapatmu memberontak bersama mereka?”

Maka al Imam Ahmad mengingkari perbuatan seperti ini kepada mereka, ia berkata; Subhanallah! Hati-hati! Darah! Darah! Saya tidak berpendapat demikian dan tidak memerintahkan kepda yang demikian. Bersabar di atas kondisi kita sekarang masih lebih baik daripada fitnah, disaat fitnah darah-darah akan ditumpahkan, harta-harta akan dirampas dan kehormatan wanita-wanita tidak ada harganya lagi. Tidak tahukah kalian seperti apa manusia dalam kondisi fitnah?

Saya katakan, “Manusia sekarang, bukanlah mereka dalam kondisi fitnah wahai Abu Abdillah?!”

Al Imam Ahmad menjawab, “Walaupun demikian, sesungguhnya ini adalah fitnah yang khusus, (tapi) apabila pedang telah dihunus maka meratalah fitnahnya dan jalan-jalan terputus. Bersabar dalam kondisi seperti ini dan agamamu juga selamat masih lebih baik bagimu”. (Diriwayatkan oleh al Khallal dalam As Sunnah dengan  sanad yang shahih.)

 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata;

 

Enam puluh tahun bersama pemerintah yang dzalim lebih baik daripada satu malam tanpa seorang imam.”

 

 Allahumma Shalli ‘Ala Muhammad, wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi ‘Ajmain.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *