Kitab Syarhus Sunnah Al Barbahari

Kitab Syarhus Sunnah Al Barbahari Kitab “Syarhus sunnah” karya Al Imam Al Barbahari termasuk salah satu dari kitab-kitab terkenal yang menjelaskan akidah Ahlussunah wal Jama’ah. Penulisnya meletakkan pembahasan-pembahasan penting dan mengisinya dengan berbagai hukum dari berbagai permasalahan yang ada di akidah Ahlussunah wal Jama’ah.

Hanya saja, pembaca bisa mendapati bahwa penulisnya telah mensifati kitabnya dengan sifat-sifat yang berlebihan dan memperingatkan agar tidak menyelisihi apa pun yang ada di dalamnya walau hanya satu huruf saja. Bahkan beliau juga mengingatkan agar tidak ragu atau bersikap abstain (diam).

Beliau berkata seraya meminta agar berpegang teguh dengan apapun yang ada pada kitabnya dan tidak menyelisihinya:

وجميع ما وصفت لك في هذا الكتاب فهو عن الله تعالى وعن رسوله صلى الله عليه و سلم وعن التابعين وعن القرن الثالث إلى القرن الرابع , فاتق الله يا عبد الله وعليك بالتصديق والتسليم والتفويض والرضى بما في هذا الكتاب ولا تكتم هذا الكتاب أحدا من أهل القبلة فعسى الله أن يرد به حيرانا من حيرته أو صاحب بدعة من بدعته أو ضالا عن ضلالته فينجو به , فاتق الله وعليك بالأمر الأول العتيق , وهو ما وصفت لك في هذا الكتاب , فرحم الله عبدا ورحم والديه قرأ هذا الكتاب وبثه وعمل به ودعا إليه واحتج به , فإنه دين الله ودين رسوله , وأنه من استحل شيئا خلافا لما في هذا الكتاب فإنه ليس يدين الله بدين وقد رده كله”

“Semua yang aku paparkan kepadamu di kitab ini berasal dari Allah, dari rasulnya, dari para shahabat, tabi’in, dan dari orang-orang di abad ke tiga sampai abad ke empat. Maka bertakwalah wahai hamba Allah! Wajib atasmu untuk membenarkan, menerima, pasrah dan ridha dengan apapun yang ada di kitab ini dan jangan engkau sembunyikan kitab ini dari ahli qiblat manapun karena barangkali dengan kitab ini Allah akan menghilangkan kerancuan dari pemiliknya atau kebid’ahan dari pelakunya atau kesesatan dari pengidapnya sehingga karenanya ia menjadi selamat. Bertakwalah kepada Allah dan wajib atasmu berpegang dengan prinsip orang-orang terdahulu yaitu apa yang telah kugambarkan padamu dalam buku ini. Semoga Allah merahmati hamba serta kedua orangtuanya yang membaca kitab ini, menyebarkannya, beramal dengannya, mengajak orang-orang kepadanya, dan berhujjah dengannya. Karena sesungguhnya ini adalah agama Allah dan agama rasulNya. Barangsiapa menyelisihi satu perkara dari isi kitab ini, maka sesungguhnya dia tidak beribadah kepada Allah dengan ajaran agama yang benar dan bahkan ia sudah menolak seluruh ajarannya.” (Syarhus Sunnah 106)

Imam al-Barbahari memandang bahwa apa yang ada di kitabnya adalah sunnah dan keselamatan dari neraka. Dia berkata saat menyebutkan firqah-firqah yang binasa dan kelompok yang selamat:

فمن أقر بما في هذا الكتاب وآمن به واتخذه إماماً، ولم يشك في حرف منه ولم يجحد حرفا منه فهو صاحب سنة وجماعة كامل , قد كملت فيه الجماعة , ومن جحد حرفا مما في هذا الكتاب أوشك في حرف منه أو شك فيه أو وقف فهو صاحب هوى”

“Barangsiapa yang mengakui apapun yang ada di kitab ini, dan beriman dengannya , menjadikannya imam (pedoman), serta tidak ragu pada satu hurufpun darinya, dan tidak menentang satu hurufpun darinya, maka dia adalah pengikut sunnah dan jama’ah (ahlussunah wal jama’ah ) yang sempurna. Telah Sempurna pada dirinya Al Jama’ah. Dan barang siapa yang menentang satu huruf saja dari kandungan kitab ini, atau ragu padanya atau satu huruf saja darinya, atau bersikap abstain terhadapnya, maka dia adalah pengikut hawa nafsu”

Teks-teks ini menunjukkan bahwa Al Imam Al Barbahari menganggap bahwa apa yang dia himpun pada kitabnya itu adalah sunnah dan dapat mewujudkan keselamatan pada hari kiamat. Dan bahwa siapapun yang menyelisihi satu masalah yang dia sebutkan pada bukunya adalah pengikut hawa nafsu.

As-Syaikh Shalih Al Fauzan telah menyetujui perkataan Al mam Al Barbahari ini. Beliau mengomentari sebagian ucapan Al Barbahari pada ta’liqnya: “Apa yang telah beliau sebutkan dalam kitabnya ini adalah akidah Ahlussunah wal Jama’ah. Beliau tidak mengatakan “barangsiapa yang tidak meyakini apa yang aku ucapkan..” namun ia berkata “barangsiapa yang tidak meyakini apa yang ada di dalam kitab ini..” yaitu pondasi-pondasi mazhab Ahlussunah wal Jama’ah. Maka tidak ada kritik terhadap ucapannya ini sebagaimana yang disangkakan oleh sebagian pembaca. Karena beliau menuliskan pada kitab ini pondasi Ahlussunah wal jama’ah. Sehingga siapapun yang mengingkari suatu hal darinya atau mengingkari seluruhnya tidak diragukan lagi bahwa dia adalah orang yang sesat.” [Ithaful Qari bit Ta’liqat ‘ala syarhis sunnah]

Apabila kita memperhatikan nash-nash syari’at dan kita bandingkan dengan kenyataan kitab “Syarhus Sunnah”, kita dapati bahwa sifat-sifat yang disebutkan secara mutlak oleh Al mam Al Barbahari terhadap kitabnya tidaklah benar. Karena tidak ada perintah untuk berpegang teguh pada semua yang ada pada suatu kitab dan tulisan kecuali hanya pada Kitabullah dan sunnah nabi-Nya yang datang dalam hadits shahih. Adapun apa yang disebutkan oleh penulis dalam kitabnya ini tidak termasuk ke dalam perkara ini. Karena kitabnya ini (Syarhus Sunnah) terdapat pendapat-pendapat dan pemahamannya sendiri.

Sejumlah ulama kontemporer telah menunjukkan kehati-hatian dari apa yang disebutkan oleh penulis. Diantara mereka adalah muhaqqiq kitab Syarhus Sunnah Khalid Ar Radadi, Dr. Abdurrahman Al ‘Utsaimin. Dia berkata mengomentari sang penulis : “Ini merupakan mubalaghah (sikap berlebih-lebihan) yang tertolak dan tidak diterima dari sang penulis -semoga Allah memaafkannya-. Ucapan seperti ini tidak boleh kecuali untuk kitabullah ‘Azza wa jall atau hadits shahih yang teguh dari sunnah nabi Muhammad. Adapun kalam Al Barbahari maka sama saja seperti kalam orang lain yang bisa diambil dan bisa juga ditinggalkan. Dan dia seharusnya tidak mensucikan dirinya sampai kadar yang tertolak ini” Hasyiyah Thabaqat Al Hanabilah (3/60)

Kemudian, sesungguhnya kitab ini mengandung perkataan-perkataan dan ungkapan-ungkapan yang berlebih-lebihan dan tidak sah dinisbatkan kepada manhaj salafi terlebih lagi ungkapan-ungkapan tersebut keliru.

Diantaranya: Apa yang beliau dinukil dari sebagian salaf;

من أهان صاحب بدعة رفعه الله في الجنة مائة درجات

“Barangsiapa yang merendahkan pelaku bid’ah maka Allah akan mengangkatnya di surga seratus derajat” (hal 135).

Perkataan ini tidak benar dinisbatkan kepada syari’at karena hal itu merupakan perkara tauqifiyyah (tergantung dalil) yang mana dalam perkara tersebut tidak boleh seseorang bersandar kecuali pada perkataan Allah dan rasulNya. Diantaranya juga ucapannya:

وإذا ظهر لك من إنسان شيء من البدع، فاحذره فإن الذي أخفى عنك أكثر مما أظهر

“Apabila tampak bagimu pada seseorang sesuatu dari kebid’ahan, maka jauhilah dia karena sesungguhnya perkara (keburukan) yang dia sembunyikan lebih banyak dari apa yang ia tampakkan” (hal 120). Memutlakkan ucapan ini tidak ada dalilnya disamping itu ia juga menyelisihi kenyataan. Karena tidak pasti semua pelaku bid’ah memiliki lebih banyak kebid’ahan tersembunyi yang tidak terlihat oleh orang lain. Diantaranya juga ucapannya:

من كان من أهل الإسلام فلا تشهد له بعمل خير ولا شر فإنك لا تدري بم يختم له عند الموت

“Siapapun orangnya dari ummat muslimin, jangan sekali-kali kamu bersaksi untuknya bahwa amalnya baik atau buruk karena kamu tidak tahu apa yang ia lakukan menjelang kematiannya”. Perkataan ini menunjukkan sikap abstain dalam menghukumi seorang muslim dan menyelisihi metode Ahlussunnah dalam bab “Al Asma’ wal Ahkam”.

Diantara ucapannya yang berlebih-lebihan adalah perkataannya:

واعلم رحمك الله أنه ما كانت زندقة فقط ولا كفر ولا شك ولا بدعة ولا ضلالة ولا حيرة في الدين إلا من الكلام وأهل الكلام والجدال والمراء والخصومة

“Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- bahwasannya tidaklah muncul kezindikan, kekufuran, dan tidak pula keraguan, kebid’ahan, kesesatan, kebingungan, dalam masalah agama kecuali ia berasal dari ilmu kalam, ahli kalam, sikap berbantahan-bantahan, perdebatan, dan pertengkaran” (hal 92).

Tidak diragukan lagi, bahwa ucapan ini berlebihan karena sesungguhnya sangat jelas bahwa ilmu kalam itu batil dan salah. Namun bukan perkataan yang adil kalau dikatakan bahwa tidak ada kekufuran dan kezindikan kecuali melalui jalur ilmu kalam atau jalur para ahlinya. Karena ada banyak orang-orang zindik dan kafir yang bukan merupakan ahli dalam ilmu kalam dan bukan pula pengikut mereka.

Kemudian jika kita perhatikan pada kitab Syarhus Sunnah kita akan mendapati bahwa kitab tersebut tidak mencakup seluruh masalah keyakinan yang karenanya bisa digapai keselamatan pada hari kiamat. Tetapi kitab tersebut juga mencakup sejumlah masalah yang termasuk dari masalah ijtihadiyah yang ada perbedaan pendapat di kalangan ulama Islam bahkan beberapa permasalahan yang tidak ada dalilnya.

• Masalah-masalah ijtihadiyah:

Diantara masalah ijtihadiyah yang terdapat pada kitab Al Barbahari ini:

1. Bahwa jannah yang dimasuki oleh nabi Adam dan dikeluarkan darinya adalah surga yang kekal

2. Bahwa pada shalat jumat ada sholat sunnah setelahnya 6 raka’at dengan dipisah setiap 2 raka’atnya

3. Hukum qashar shalat

4. Hukum puasa ketika safar

5. Hukum shalat dengan sirwal/celana panjang

6. Hukum nikah tanpa wali dan 2 orang saksi

7. Jumlah takbir pada sholat jenazah

8. Orang yang sudah meninggal dapat mendengar ucapan orang yang masih hidup

9. Hukum mengkhususkan shalawat untuk seseorang selain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Setiap persoalan yang ada disebutkan ini padanya terdapat perbedaan pendapat di antara para fuqaha dan imam. Dan pada persoalan-persoalan ini tidak boleh orang yang menyelisihinya dihukumi sebagai pengikut hawa nafsu atau orang yang binasa pada hari kiamat.

• Persoalan yang tidak ada dalilnya atau dalilnya lemah.

Diantara masalah-masalah yang tidak ada dalilnya atau dalilnya lemah:

1. bahwa telaga nabi Shalih ‘Alaihissalam adalah air susu unta betinanya. Hadits yang datang tentang hal tersebut dihukumi oleh para ulama seperti Ibnul Jauzi dan Adz-Dzahabi sebagai hadis yang maudhu’ (palsu) dan mungkar.

2. Bahwasanya arwah orang kafir berada di sumur Barhut di Hadramaut. Tidak ada tentang hal tersebut satupun hadits marfu’ (bersandar kepada Nabi). Yang ada hanyalah riwayat mauquf (bersandar kepada shahabat) dan itupun dilemahkan oleh sejumlah ulama. Al Imam Ahmad sendiri tidak berpegang dengan pendapat ini.

3. Bahwasa orang yang pertama kali memandang wajah Allah adalah orang-orang buta kemudian para lelaki kemudian para wanita. Pembatasan seperti ini tidak ada dalilnya. Diantara ulama yang menyatakan hal tersebut adalah Asy-Syaikh Shalih Al Fauzan pada syarahnya.

4. Bahwasanya pada setiap tetes air yang turun dari langit ada malaikat yang membawanya untuk sampai ke tempatnya. Tidak ada satupun hadits marfu’ mengenai hal ini. Yang ada hanyalah riwayat-riwayat yang mauquf.

Disamping ini semua, kitab ini juga mengandung ungkapan-ungkapan umum yang belum rapih dan membutuhkan perincian yang banyak sehingga menjadi jelas maksud yang diinginkan.

Setelah pemaparan diatas, jelaslah oleh kita bahwa pernyataan yang digunakan oleh Al Imam Al Barbahari dalam memuji kitabnya tidaklah benar. Dan menyelisihi petunjuk dari Al Kitab dan As Sunnah dan menyelisihi pondasi Ahlussunah wal Jama’ah dalam menyikapi ijtihad pada masalah-masalah furu’iyah (cabang) dan tidak sah dinisbatkan kepada mazhab salaf.

Pernyataan-pernyataan tersebut wajib untuk diingkari dan dijelaskan kesalahannya. Namun hal ini tidak berarti merendahkan Al Imam Al Barbahari atau mencela amal atau agamanya. Hal ini juga tidak berarti membolehkan seseorang untuk bersikap tidak beradab atau lancang terhadap beliau.

Sesungguhnya tujuan dari apa yang telah ditunjukkan disini adalah hanya untuk menjelaskan kekeliruan dan beberapa hal yang menyelisihi petunjuk-petunjuk nash yang syar’i dengan tetap menjaga kehormatan Al Imam Al-Barbahari serta kedudukan, keilmuan dan kesungguhannya…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *