Tawassul, Syubhat Musyrikin Pertama

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang dua orang yang berselisih. Salah seorang berkata: Harus ada antara kita perantara dengan Allah Ta’aala, karena kita tidak mungkin sampai kepada Allah kecuali melalui perantara.

Beliau menjelaskan:

Apabila maksud dari ucapannya (ini), harus ada perantara yang menyampaikan kepada kita perintah Allah, maka ini benar. Karena makhluk tidak mengetahui apa yang dicintai oleh Allah dan diridhai oleh-Nya, perintah dan larangan-Nya kecuali dengan perantara rasul-rasul yang Allah utus kepada hamba-hamba-Nya. Perkara ini disepakati oleh semua pemeluk agama, muslimin, yahudi dan kristen. Karena mereka menetapkan adanya perantara-perantara antara Allah dengan makhluk-Nya yaitu rasul-rasul yang menyampaikan dari Allah perintah-perintah dan larangan-Nya. Allah Ta’aala berfirman;

اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا وَمِنَ النَّاسِ

“Allah memilih dari para malaikat dan manusia utusan-utusan (rasul)”

Barangsiapa mengingkari perantara dari jenis ini maka dia kafir berdasarkan kesepakatan semua pemeluk agama.

Tapi jika yang dia maukan dengan perantara adalah, manusia mengambil perantara-perantara antara mereka dengan Allah dalam mencapai manfaat-manfaat dan menolak kemudharatan. Seperti menjadikan perantara dalam memberi rezeki kepada hamba-hamba, membela mereka dan menunjuki mereka. Dimana manusia minta kepada perantara-perantara tersebut dan berharap kepadanya dalam urusan ini. Ini termasuk kesyirikan terbesar yang karenanya Allah kafirkan musyrikin disebabkan mereka menjadikan selain Allah dari wali-wali dan perantara-perantara dengannya mereka mencari manfaat-manfaat dan dengannya mereka menolak kemudharatan.

 

Beliau berkata:

Barangsiapa menjadikan nabi-nabi dan para malaikat sebagai perantara, kemudian dia menyerunya, bertawakkal kepadanya dan minta kepadanya didatangkan manfaat dan dijauhkan darinya mudharat, seperti minta kepada mereka ampunan dosa, petunjuk hati, keluar dari kesempitan dan kesulitan, maka dia kafir berdasarkan ijma’ muslimin.

Beliau berkata:

Barangsiapa menetapkan perantara-perantara antara Allah dengan makhluk-Nya seperti para hujjab yang ada antara raja-raja dan rakyatnya, dimana mereka mengangkat kepada Allah hajat kebutuhan makhluk-Nya. Dan bahwa Allah menunjuki hamba-hamba-Nya dan menolong mereka serta memberi rezeki kepada mereka dengan sebab perantara mereka.

Dengan kata lain makhluk minta kepada mereka (perantara) dan mereka (perantara) minta kepada Allah, seperti posisi perantara-perantara disisi para raja yang minta kepada raja kebutuhan-kebutuhan manusia, karena dekatnya mereka dengan raja-raja. Dan manusia minta kepada perantara-perantara sebagai bentuk adab dari mereka kepada raja, tidak minta kepadanya secara langsung atau dengan anggapan bahwa minta kepada perantara merupakan sarana yang lebih ampuh daripada minta langsung kepada raja, karena kedudukan perantara yang dekat kepada raja dibandingkan rakyat kepada raja.

Maka barangsiapa menetapkan perantara-perantara dari jenis seperti ini maka dia kafir musyrik, wajib dimintai bertaubat. Apabila ia bertaubat (dilepas) kalau tidak, maka dibunuh.

Mereka adalah musyabbihun, menyerupakan Sang Pencipta dengan makhluk. Menjadikan bagi Allah tandingan-tandingan. Dan di dalam Al Qur’an terdapat bantahan terhadap mereka yang tidak cukup mengurai semuanya dalam fatwa ini. Karena ini merupakan agama musyrikin, para penyembah berhala. Dahulu mereka berkata ini hanyalah patung para nabi dan orang-orang shalih, dan ini hanya sarana-sarana yang melaluinya mereka mendekatkan diri-diri mereka kepada Allah dan ini termasuk kesyirikan yang Allah ingkari dari orang-orang Kristen dalam firman-Nya;

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ

((Mereka mengambil ulama-ulama mereka dan ahli-ahli ibadah mereka sebagai rab-rab selain Allah dan Al Masih putra Maryam))

Selesai ucapan Syaikhul Islam

Al Allamah Abdullah Aba Buthain Rahimahullah menimpali:

Ibnu Taimiyah Rahimahullah telah memastikan pada banyak tempat akan kafirnya orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang ia sebutkan dari macam-macam kesyirikan. Dan beliau menghikayatkan ijma’ muslimin dalam perkara ini dan tidak mengecualikan orang jahil dan semisalnya.

Dan Allah Ta’aala berfirman; ((Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik…)). Dan Allah berkata tentang Al Masih bahwa ia berkata: ((Barangsiapa menyekutukan Allah maka Allah haramkan atasnya surga dan tempat kembalinya neraka…))

Barangsiapa mengkhususkan ancaman ini berlaku hanya kepada mu’aanid (pembangkang) saja dan mengeluarkan orang jahil, orang yang mentakwil dan orang yang taklid, maka ia telah durhaka kepada Allah dan rasul-Nya dan keluar dari jalannya orang-orang yang beriman.

Dan pada fuqaha’ membuat bab hukum orang yang murtad, yaitu orang yang menyekutukan Allah, dan mereka tidak mengkhususkan hanya kepada mu’aanid (pembangkang). Dan ini perkara yang jelas, Alhamdulillah.

Allah Ta’aala berfirman;

رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ

(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. (QS. 4:165)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *