Adakah Shalat Yang Bisa Menghapus Dosa dari Meninggalkan Shalat dengan Sengaja?

Tanya: Saya minta penjelasan. Apa benar ada hadits yang menerangkan tentang keutamaan shalat pada hari Jum’at terakhir di bulan Ramadhan. Dimana terdapat pada hadits ini: [Barangsiapa luput darinya suatu shalat di kehidupannya, wajib atasnya mengerjakan shalat 4 rakaat dengan sekali tasyahhud. Dan hendaknya dia membaca surat Al Fatihah dan surat Al Kautsar dan Al Qadr sebanyak 15 kali pada setiap rakaat]. Dimana dia melakukannya dengan niat sebagai kaffarah/penghapus dosa atas shalat-shalat yang luput dia kerjakan. Dan diantara keutamaan shalat ini: Bahwa ia sebagai kaffarah (atas shalat yang tidak dikerjakan) selama 400 tahun. Dan Al Imam Ali Radhiyallahu ‘Anhu berkata: Dia menjadi kaffarah (atas shalat yang tidak dikerjakan) selama 1000 tahun!

Jawaban: Segala puji hanya milik Allah. Pertama, barangsiapa meninggalkan shalat wajib sampai keluar waktunya tidak lepas dari beberapa keadaan: Apakah dia meninggalkannya karena ada uzur seperti ketiduran atau lupa, atau dia meninggalkannya tanpa uzur sama sekali.

Maka barangsiapa meninggalkannya karena suatu uzur maka tidak ada dosa atasnya, dan wajib atas dia mengerjakan shalat itu kapan dia bangun atau ingat. Adapun orang yang meninggalkannya karena sengaja maka dia berdosa dengan dosa yang besar, dan wajib atas dia menggantinya menurut pendapat banyak ulama. Dan ulama lainnya berpendapat tidak bisa diganti, tapi wajib atas dia bertaubat dan beristighfar serta menyesal dan memperbanyak amal shalih. Silahkan periksa jawaban atas pertanyaan no 13664.

Kedua, apa yang diriwayatkan bahwa disana ada sebuah shalat yang jika dikerjakan oleh orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja sampai keluar waktunya, dimaka jika dia mengerjakan shalat ini maka akan menjadi kaffarah/penghapus dari kesalahannya meninggalkan shalat, ini adalah kedustaan atasnama syariat. Berikut ini komentar beberapa ulama tentang hadits tersebut;

1- Asy-Syaukani rahimahullah

Hadits [Barangsiapa yang pada hari Jum’at terakhir di bulan Ramadhan melakukan shalat lima waktu sehari semalam tunai baginya apa yang pernah dia tinggalkan dari shalatnya pada tahun itu]. Hadits ini palsu dan tidak diperdebatkan sama sekali. Dan saya tidak pernah mendapati hadits ini ada pada satu pun kitab yang memuat hadits-hadits palsu, tapi hadits ini populer pada sekelompok penuntut ilmu di Shan’a di zaman kami ini dan banyak dari mereka yang mengamalkannya. Dan saya tidak mengetahui siapa yang telah membuat hadits palsu ini. Semoga Allah hinakan para pendusta! Al Fawa’id Al Majmu’ah fi Al Ahadits Al Maudhu’ah (hal 54)

2- Lajnah Da’imah lil Ifta’

Shalat adalah ibadah dan hukum asalnya adalah tawaqquf (abstain). Maka penetapan ada tidaknya qadha dan cara pelaksanaannya hanya melalui tasyri’. Oleh karena itu dalam perkara ini tidak sah seseorang merujuk selain kepada Al Kitab dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan ijma’ yang bersandar kepada keduanya atau kepada salah satunya.

Dan tidak ada keterangan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam atau para shahabatnya Radhiyallahu ‘Anhum dan tidak juga dari para imam-imam yang membawa petunjuk bahwa mereka mengerjakan shalat ini atau memerintahkan kepadanya atau menganjurkannya atau memotivasinya.

Kalau shalat ini ada dalam ajaran Islam tentu para shahabat mengetahuinya dan menukilkannya kepada kita dan tentu para imam-imam yang membawa petunjuk setelah mereka juga menganjurkannya. Tapi tidak ada keterangan apa pun tentang shalat ini dari seorang pun dari mereka. Tidak ucapan tidak pula perbuatan. Sehingga ini menunjukkan bahwa apa yang disebutkan dalam pertanyaan berupa “shalat qadha seumur hidup” adalah bid’ah dalam agama yang tidak pernah diizinkan oleh Allah.

Dan telah benar dari Nabi Shallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda: [Barangsiapa mengada-ngada dalam urusan kami ini yang tidak ada asal-usulnya dari agama maka tertolak] muttafaqun ‘alaihi.

Tapi shalat yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam perintahkan untuk diqadha’ adalah yang tidak sempat dikerjakan karena tidur atau lupa sampai keluar waktunya. Dan beliau menerangkan kepada kita agar kita mengerjakannya kapan kita bangun atau ingat, bukan pada Jum’at terakhir dari Ramadhan.

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi, Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan dan Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud.

Fatawa Lajnah Da’aimah (8/167-168)

 

3- Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah pernah ditanya;

Disana ada orang-orang yang memilii kebiasaan di bulan Ramadhan, yaitu mengerjakan shalat 5 waktu setelah shalat di Jum’at terakhir. Mereka bilang shalat ini sebagai qadha/pengganti dari shalat wajib apa pun yang tidak dia kerjakan atau dia lupakan di bulan Ramadhan. Apa hukum shalat ini?

Beliau menjawab: Hukum tentang shalat ini adalah termasuk kebid’ahan. Dan tidak ada asal-usulnya pada syariat ini. Shalat ini tidak menambah pada diri seseorang kecuali semakin jauh dari Allah. Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; [Setiap bid’ah adalah sesar dan setiap kesesatan tempatnya di neraka]

Maka kebid’ahan walaupun dianggap baik oleh yang membuatnya pada hakikatnya adalah keburukan disisi Allah Azza wa Jalla, karena Nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda: [Setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka].

Maka shalat lima waktu yang diqadha’ oleh seseorang pada Jum’at terakhir di bulan Ramadhan tidak ada asal usulnya di dalam syariat. Kemudian kami katakan: Apakah manusia meninggalkan shalat hanya 5 waktu saja? Bisa jadi dia telah meninggalkannya berhari-hari dan meninggalkan shalat yang banyak.

Yang penting, kapan seseorang meninggalkan shalat wajib atas dia menggantinya kapan dia mengetahuinya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam [Barangsiapa tidur dari shalat atau lupa maka shalatlah kapan dia ingat] muttafaqun ‘alaihi.

Adapun seseorang mengerjakan shalat 5 waktu ini sebagai kehati-hatian, seperti yang mereka anggap. Sesungguhnya ini kemungkaran, tidak boleh mengerjakannya. –selesai.

Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Al Utsaimin (12/227-228)

4- Dan Asy-Syaikh Shalih Al Fauzan hafidzahullah ditanya;

Saya membaca sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, disitu terdapat [Barangsiapa luput darinya mengerjakan shalat di kehidupannya dan tidak diketahui berapa jumlahnya, hendaknya dia berdiri di Jum’at terakhir dari bulan Ramadhan dan mengerjakan shalat 4 rakaat dengan satu kali tasyahhud, disitu dia membaca Al Fatihah dan surat Al Qadr 15 kali dan surat Al Kautsar 15 kali. Dia baca dalam niatnya: Saya niat shalat 4 rakaat sebagai kaffarah atas shalat yang luput aku kerjakan]. Apakah hadits ini shahih?

Beliau menjawab: Hadits ini tidak ada asal usulnya pada sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Namun yang ada dari beliau adalah [Barangsiapa lupa mengerjakan shalat atau tertidur dari shalat maka shalatlah kapan dia mengingatnya. Tidak ada kaffarah atasnya selain itu] muttafaqun ‘alaihi.

Shalat-shalat yang kamu tinggalkan apabila disebabkan karena tertidur misalnya atau pingsan atau karena satu uzur dimana kamu mengira boleh menundanya, yang wajib atasmu adalah mengqadha’nya dan kamu lakukan dengan tertib. Tapi jika kamu meninggalkan shalat dengan sengaja, maka yang benar dari dua pendapat ulama yang ada yang wajib atasmu adalah bertaubat kepada Allah. Karena orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, dia dalam bahaya meskipun dia mengakui kewajibannya. Karena menurut pendapat yang benar orang ini kafir disebabkan karena perbuatannya ini. Maka wajib atasmu bertaubat kepada Allah jika dahulu kamu meninggalkannya dengan sengaja dan menjaga shalat setelah itu. Dan Allah Maha Menerima taubat hamba-Nya.

Adapun jika kamu dahulu meninggalkannya karena tidur atau pingsan atau selainnya dari sebab-sebab yang menghalangimu dari menunaikannya pada waktunya, wajib atasmu untuk menggantinya.

Adapun kamu mengerjakan shalat ini –seperti yang kamu sebutkan- pada akhir Ramadhan dengan cara seperti itu, yang demikian ini tidak ada asal usulnya pada agama Islam dan tidak menggugurkan shalat-shalat yang pernah kamu tinggalkan. –selesai.

Majmu’ Fatawa Syaikh Shalih Fauzan (1/303, 304)

Sebagai tambahan faidah lihat jawaban atas pertanyaan no 49612

Wallahua’lam

Sumber: https://islamqa.info/ar/157541

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *