Al ‘Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah berkata dalam Mandzumah-nya;
Hukum asal pada kemaluan dan daging
Pada jiwa dan harta yang ma’shum
Adalah haram sampai datang kehalalannya
Maka pahamilah, semoga Allah menunjukimu dan tiada bosan
Disini beliau mengatakan “hukum asal pada daging adalah haram.” Ini madzhab sebagian fuqaha bahwa hukum asal daging adalah haram. Mereka berdalil dengan hadits Adiy bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata;
إذاأرسلت كلبك المعلم، ووجدت معه غيره فقتل، فلا تأكل فإنك لا تدري أيَّهما قتل
“Kalau kami lepas anjingmu yang terlatih, kemudian kamu dapati dia bersama anjing lainnya dan (buruannya) dalam keadaan mati, jangan kamu makan. Karena kamu tidak tahu anjing mana yang membunuhnya.” HR. Bukhari (5486), Muslim (1929), Tirmidzi (1470), Nasa’i (4264), Abu Daud (2847), Ibnu Majah (3208), Ahmad (4/256) dan Darimi (2002)
Mereka berkata, kalau terkumpul pada daging tertentu faktor halal dan faktor haram, yang dijadikan sandaran adalah faktor haram, seperti pada baghl, atau burung yang dibidik dengan panah kemudian jatuh ke air. Dan terdapat hadits di dalam Sunan Nasa’i yang menjelaskan hal ini.
Sepertinya dalil-dalil ini tidak berbicara tentang hukum asal, karena dalil-dalil tersebut tentang hal-hal yang terkumpul padanya dua sebab; faktor haram dan faktor halal. Ada anjing terlatih, ada anjing liar. Ada bidikan dengan panah, ada air. Sedangkan perkara hukum asal, sebagaimana telah tertanam sebelumnya, yang dimaukan darinya adalah; perkara-perkara yang tidak terdapat padanya dalil. Apakah dalil yang menghalalkan atau dalil yang mengharamkan. Dari sini tampaknya yang benar, hukum asal daging adalah halal bukan haram. Sebagaimana yang telah kita katakan tentang air; hukum asal air adalah suci. Apabila terkumpul faktor suci dan faktor najis pada air maka haram. Dan ini bukan berarti bahwa hukum asal air adalah najis.
Diantara dalil yang menunjukkan bahwa hukum asal pada daging adalah boleh dan halal adalah firman Allah Ta’aala;
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً -الآية
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Rabbmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. 6:145)
Ayat ini menunjukkan bahwa hukum asal (segala sesuatu) adalah halal dan boleh dan bahwasanya pengharaman sifatnya pengecualian. Dalil lainnya adalah firman Allah Azza wa Jalla;
لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّاذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُم ْإِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Mengapa kamu tidak mau memakan yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” (QS. 6:119)
Ayat diatas menunjukkan bahwa hukum asal pada daging dan makanan adalah halal dan boleh, dan bahwasanya pengharaman sifatnya pengecualian. Dalil lainnya juga adalah firman Allah Azza wa Jalla;
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ… -الأية
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 2:173)
Pada ayat di atas Allah membatasi hal-hal yang haram dengan bahasa pengecualian “hanya”. Dan juga firman-Nya;
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ… -الأية
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk ( mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 5:3)
Ini menunjukkan bahwa hukum asal pada daging adalah halal.
Dalil lainnya adalah hadits yang terdapat pada as-sunan, dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya tentang daging-daging yang dihadiahi kepada mereka, sedangkan tidak diketahui apakah menyebut nama Allah saat menyembelihnya atau tidak. Maka Nabi berkata;
اذكروا اسم الله عليها أنتم وكلوا
“Kalian baca bismillah atasnya dan makanlah!” HR. Bukhari (2057), Nasa’i (4436), Abu Daud (2829), Ibnu Majah (3174), Malik (1054) dan Darimi (1976)
Kalau hukum asal daging adalah haram tentu yang dikatakan; Jangan kalian makan sampai kalian tahu kehalalannya! Serta dalil-dalil lainnya yang menunjukkan bahwa hukum asal pada daging adalah halal dan boleh sampai datang dalil yang menggesernya.
Sumber: Syarah Syaikh Sa’d Asy-Syatsriy terhadap Mandzumah Qawaid Fiqhiyyah.