Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah ditanya:
Pertanyaan: Apa pendapatmu tentang ucapan orang yang mengatakan bahwa akidah Ahlussunnah wal Jama’ah seputar kaidah: “seorang muslim tidak dikafirkan disebabkan dosa selagi dia tidak menganggapnya halal” adalah mutlak. Dan tidak ada dosa dimana pelakunya dikafirkan dan mengeluarkannya dari Islam walaupun dosa itu berupa sujud kepada kuburan atau thawaf mengelilinginya atau mengolok-olok ajaran Islam dan dosa-dosa yang semisal dengannya.
Jawab: Kita menganggap bahwa sebab-sebab kekufuran ada banyak, diantaranya: meyakini bolehnya sujud kepada selain Allah walaupun dia tidak melakukannya, maka dia kafir.
Dan diantaranya, mengolok-olok Islam walaupun main-main, maka orang ini kafir.
Dan perkara ini dalilnya Al Qur’an; ((Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:”Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.)) (QS. 9: 65-66)
Dan kami menganggap bahwa diantara perbuatan ada yang berupa kekufuran, dimana seseorang diperlakukan seperti perlakuan kepada orang kafir, dan di akhirat perhitungan dia disisi Allah.
Maka jika kami melihat seseorang sujud kepada berhala, kami hukumi dia dengan kekafiran. Dan kami katakan, bahwa dia kafir, dimintai taubat, jika dia bertaubat (maka dilepas) jika tidak maka dibunuh. Walaupun dia mengatakan misalnya, aku tidak bermaksud sujud kehinaan dan ketundukan (sujud ibadah), tapi yang aku maukan adalah sujud penghormatan.
Kami katakan; Kami tidak perlu dengan alasan ini, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda ((Jika (boleh) aku memerintahkan seseorang sujud kepada orang lain, aku telah perintahkan wanita sujud kepada suaminya))
Begitu pula, diantara perbuatan ada yang jika ditinggalkan merupakan kekufuran. Misalnya seperti shalat. Shalat ini, barangsiapa meninggalkannya kami hukumi kafir secara personal (ta’yin). Dan kami tidak katakan, barangsiapa meninggalkan shalat secara umum dia kafir.
Akan tetapi apabila kita lihat seseorang yang tidak shalat, kami hukumi dia kafir dan halal darahnya. Kecuali jika dia bertaubat dan kembali kepada Allah.
Intinya bahwa kaidah yang kami sebutkan tidak mutlak. Karena jika kita katakan, tidak ada kekufuran kecuali dengan penghalalan, maka tidak ada kufur amali. Dan karena penghalalan itu sendiri merupakan kekufuran tersendiri. Yaitu jika seseorang menghalalkan suatu yang disepakati keharamannya, maka dia kafir. Apakah dia melakukan perbuatan itu atau tidak melakukannya.
Maka jika ada seseorang misalnya menghalalkan zina atau riba pada selain perkara yang diperselisihkan tentulah kami katakan: orang ini kafir.
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=I2Oneueeu5U&feature=youtu.be