Al-Laits bin Sa’ad adalah seorang ulama, ahli fikih, perawi hadits dan cendekiawan Muslim yang hidup pada kekuasaan Bani Umayyah, ia lahir pada bulan Sya’ban tahun 93 Hijriyyah dan wafat sekitar 170-175 Hijriyyah.
Kelahiran dan Nasab
Abu al-Harist al-Laits bin Sa’ad bin Abdurrahman al-Fahmi atau yang kita kenal dengan Laits bin Sa’ad lahir pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 94 Hijriyyah di kampung Qalqasyandah, Provinsi Qalyubiyyah tepatnya sepuluh kilometer dari Kairo, Mesir. Nama panggilannya adalah Abu Harits, sedangkan namanya yang terkenal adalah Laits bin Sa’ad bin Abdurrahman.
Nenek moyang Laits berasal dari Mesir, mereka mengatakan bahwa nenek moyangnya berasal dari orang Mesir Kuno, tetapi pendapat lain mengatakan bahwa garis nenek moyangnya dari Persia. Keluarganya masuk Islam dan belajar bahasa Arab seperti orang-orang Mesir.
MENUNTUT ILMU
Laits kecil menghafal Al-Qur’an dan dia mampu menghafal hadits-hadits yang sampai kepadanya. Ia juga mampu menghafal syair-syair Arab dan ilmu-ilmu bahasa yang sampai kepadanya. Orangtua Laits sangat bangga kepada Laits karena kepandaiannya ini, ia menemukan persiapan yang cukup untuk tumbuh dewasa, dan menemukan kesadaran yang kuat untuk menguasai apa yang diketahuinya, maka Laits pun disuruh untuk pergi ke Masjid Agung di kota al-Fusthath (sekarang masjid ini bernama Masjid Amru bin al-Ash), karena masjid itu para pencari ilmu dapat belajar berbagai jenis ilmu, mulai dari tafsir Al-Qur’an, ilmu dan periwayatan Hadits, fikih, bahasa, sastra, sejarah, geografi dan lain sebagainya. Laits pun belajar ilmu-ilmu Al-Qur’an, periwayatan Hadits, fikih, bahasa dengan berbagai cabangnya dari guru-guru dan ulama yang ada di Masjid al-Fusthath. Ia belajar dengan Yahya bin Sa’id al-Anshari, ia adalah seorang Imam dari Madinah, yang kemudian mengajar di masjid ini, juga dengan Abdullah bin Hubairah as-Saba’i, ia adalah salah satu perawi hadits, juga dengan Ja’far bin Rabi’ah, Ubaidillah bin Abi Ja’far, dan Yazid bin Abi Habib.
Guru-Guru Laits Bin Sa’ad
Nafi’, Abu Mulaikah, Yazid bin Abi Habib, Yahya bin Said Al-Anshari, Saudara beliau Abu Rabbah bin Said, Ibnu Ajlan, Az-Zuhri, Hisyam bin Urwah, Atha’ bin Abi Rabah, Bakir bin Al-Asyja’, dan lain-lain.
Murid Laits Bin Sa’ad
Syu’aib, Muhammad bin ‘Ajlan, Hisyam bin Sa’ad, Ibnu Lahi’ah, Hisyam bin Basyir, Qais bin Rabi’, ‘Athaf bin Khalid, Ibnul Mubarak, Ibnu Wahab, Marwan bin Muhammad, dan selain mereka.
Sanjungan Para Ulama Terhadapnya
Dari Syarhabil bin Jamil bin Yazid, budak dari Syarhabil bin Hasanah, dia berkata: “Aku melihat Laits bin Sa’ad berbicara tentang hadits kepada orang-orang pada masa kekuasaan Hisyam, sedangkan di Mesir (pada waktu itu) ada ulama-ulama besar seperti Ubaidillah bin Ja’far, Ja’far bin Rabi’ah, Al-Harits bin Yazid, Yazid bin Abi Habib, Ibnu Hubairah dan yang lain dari penduduk Mesir, mereka adalah ulama-ulama penduduk Mesir, mereka adalah ulama-ulama ahli fiqih penduduk Madinah, mereka mengakui keutamaan, kewara’an Al-Laits dalam memberikan penjelasan kepada orang-orang”.
Ibnu Bakir berkata: “Aku melihat banyak orang, namun aku tidak melihat orang seperti Al-Laits”.
Dari Abu Al-Walid Abdul Malik bin Yahya bin Bakir, ia berkata: “Aku mendengar ayah pernah berkata: “Aku tidak melihat orang yang lebih sempurna dari Al-Laits bin Sa’ad. Setiap gerakan dari tubuhnya adalah pengamalan dari ilmu fiqih yang ia miliki, mulutnya faqih dalam bebahasa arab, pandai membaca Al-Qur an, menguasai Nahwu, banyak menghafal syair dan hadits, ingatannya bagus, masih banyak lagi kebaikan yang dimilikinya. Ada sepuluh macam kebaikan yang ia miliki, yang hal itu tidak ada yang menyamainya”.
Wafatnya Laits Bin Sa’ad
Yahya bin Bakir dan said bin Abi Maryam berkata: “Al-Laits meninggal pada pertengahan bulan Sya’ban, pada tahun 175 H.”
Yahya berkata: “Al-Laits meninggal pada hari jum’at, dan Musa bin Isa ikut mensholatkannya”.
Khalid bin Abdussalam ash-Shadafi berkata: “Aku telah menyaksikan jenazah Al-Laits bin Sa’ad dengan ayahku. Aku tidak pernah melihat jenazah yang lebih mulia dari jenazah Al-Laits, aku melihat semua orang menjadi saling hibur satu sama lain, mereka menangis, hingga aku berkata: “Setiap orang merasa memiliki jenazah itu”. Ayahku berkata: “Anakku, kamu tidak akan melihat jenazah seperti dia”
Penyusun
Abu Farhan Hilman Syuhada’, Abu Hamzah Rafif & Yahya bin Ja’far (siswa kelas XII & alumni Pesantren Tahfizh Sahabat Teladan