Setiap yang mengaku muslim pasti merasa bertauhid. Tapi coba tanya kepada mereka apa arti tauhid yang sesungguhnya? Pasti kita dapati jawaban yang berbeda-beda. Belum lagi kalau melihat kepada perbuatan mereka yang bertentangan dengan tauhid, baik ucapan atau perbuatan. Menandakan ternyata banyak dari orang yang mengaku muslim sebenarnya tidak memahami tauhid dengan benar!
Urgensi tauhid
Tauhid adalah tujuan diciptakannya manusia. Ia juga sebab diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab. Karena tauhid Allah perintahkan shalat, puasa zakat dan ibadah lainnya. Dan demi tauhid juga Allah syariatkan jihad, dan manusia pun dibagi menjadi dua golongan karena tauhid. Bahagia dan celaka. Golongan kanan dan golongan kiri. Penghuni surga dan penghuni neraka. Bahkan shalat ditegakkan untuk mengingat Allah, menyembelih diberikan hanya untuk Dia, hidup dan mati semata-mata dipersembahkan hanya kepada-Nya.
قل إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku (hanya) untuk Allah Rab semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan kepada hal inilah aku diperintahkan. Dan aku termasuk yang pertama berserah diri.” (Qs. Al An’am: 162)
Begitu pentingnya tauhid bagi seorang hamba sampai Allah siap mengampuni semua dosa bagi hamba pilihan-Nya apabila dia tidak pernah menyekutukan-Nya. Dan begitu bahayanya kesyirikan sampai Allah pun berikrar bahwa Dia tidak mengampuni siapa saja yang diwafatkan namun masih memikul dosa kesyirikan. Allah Ta’aala berfirman;
إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa kesyirikan dan mengampuni dosa selain kesyirikan bagi siapa yang Allah kehendaki.” (Qs. An-Nisaa; 48)
Dan begitu spesialnya tauhid, sampai-sampai pembahasan Al Qur’an seluruhnya tentang tauhid. Apakah menjelaskan akan kewajibannya (kewajiban tauhid) dan melarang dari lawannya (kesyirikan), atau tentang kisah para nabi dan kaumnya, apa nasib orang yang menerima tauhid sebagai agamanya dan apa nasib orang yang menolaknya di dunia dan di akhirat. Atau tentang perintah-perintah dan larangan-larangan yang tidak lain adalah konsekwensi dari mentauhidkan-Nya. Sehingga Al Qur’an seluruhnya adalah tauhid!
Kenapa ayat kursi menjadi ayat yang paling agung di dalam Al Qur’an? Saat Nabi bertanya kepada Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu ‘Anhu: “Ayat apakah yang paling agung di dalam kitabullah? Maka Ubay menjawab; “Ayat kursi.” Nabi berkata: “Selamat kepadamu atas ilmu ini wahai Abul Mundzir.”
Jawabnya adalah karena isi dan kandungannya yang berbicara tentang perkara tauhid.
Karena itu Al Imam Muhammad At-Tamimi rahimahullah dalam Al Ushul Ats-Tsalatsah berkata: “Perintah Allah paling besar kepadamu adalah tauhid. Dan larangan Allah paling besar kepadamu adalah kesyirikan.”
Maka perkara yang seperti ini urgensinya masih pantaskah seorang muslim lalai darinya? Enggan mempelajarinya?! Tidak mau mencari tahu akan makna, kandungan dan konsekwensinya?! Semoga Allah jauhkan kita dari sifat yang demikian. Amin.
Arti tauhid
Banyak orang bilang tauhid artinya mengesakan Allah Ta’aala. Namun apa yang dimaksud mengesakan Allah? Apakah artinya Allah Dzatnya hanya satu, hanya dia yang menciptakan, memiliki mengatur semesta alam? Tauhid dengan pengertian ini tidak ditolak oleh kaum musyrikin sekali pun. Bahkan Allah telah mengabarkan bahwa musyrikin dahulu juga mengakui hanya Allah satu-satunya Yang menciptakan langit bumi dan segala isinya, memilikinya dan mengaturnya. Dalam Az-Zumar ayat 38 Allah berfirman yang artinya; “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi”, niscaya mereka menjawab: “Allah”.”
Dalam Al Ankabut ayat 63 Allah berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”.”
Dan dalam Al Mu’minun ayat 85-86 Allah juga berfirman yang artinya: “Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab: “kepunyaan Allah”.”
Tapi disamping keyakinan musyrikin dahulu bahwa hanya Allah satu-satunya yang menciptakan langit, bumi dan segala isinya, dan bahwa Dia satu-satunya yang memiliki dan mengaturnya, mereka masih saja diminta mengikrarkan kalimat tauhid: “Laa ilaaha Illallah”. Pertanda bahwa kalimat ini bukan meminta mereka untuk mengakui Allah sebagai satu-satunya pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta beserta segala isinya, karena jika tidak demikian berarti para utusan Allah mengajak kaumnya kepada apa yang sebenarnya sudah mereka sendiri yakini dan ini kesia-siaan.
Maka berarti ada hal lain yang diminta dari kalimat ini. Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengumpulkan kaumnya di awal dakwahnya kepada tauhid, beliau berseru: “Ucapkanlah oleh kalian: “Laa ilaaha Illallah” kalian akan beruntung!” Orang-orang musyrikin ini paham bahwa Nabi Muhammad tidak meminta mereka untuk mengakui Allah sebagai satu-satunya pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta raya ini, karena itu mereka sambut ucapan Nabi Muhammad ini dengan perkataan:
أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
“Mengapa dia menjadikan ilah-ilah (sesembahan yang banyak) itu hanya satu saja, sungguh ini benar-benar perkara yang mengherankan.” (Qs. Shaad: 5)
Allah juga mengabarkan dalam kitab-Nya,
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada Ilah/sesembahan yang berhak disembah/diibadahi melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami karena mengikuti seorang penyair gila?” (QS. Shaaffaat: 35-36)
Berarti tauhid yang semua kita diminta untuk mengesakan-Nya adalah beribadah hanya kepada Allah dan tidak beribadah kepada selain-Nya. Inilah konsekwensi logis dari pengakuan bahwa yang menciptakan hanya Allah, yang memiliki hanya Allah dan yang mengatur hanya Allah. Bahwa orang yang telah mengakui hal ini hendaknya tidak lagi memberikan ibadahnya kecuali kepada Allah Yang Maha Pencipta, Pemilik dan Pengatur alam semesta ini dan segala isinya. “Hai sekalian manusia, sembahlah Rabb-mu, Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. 2: 21-22)
Wabillahit-Taufiq.
Jafar Salih
Sekolah Tahfidz Sahabat Teladan,
Nanggerang 18-10-2016