Sesungguhnya perselisihan tentang hakikat tauhid dan syirik tidak seperti perselisihan lain dalam persoalan-persoalan agama. Karena konsekwensi dari perselisihan dalam perkara ini berat dan berlaku dibaliknya hukum-hukum seperti yang berlaku pada perselisihan antara para nabi dengan orang-orang yang menentang dakwah mereka dari kaumnya.
Oleh karena itu maka wajib atas setiap orang yang sayang kepada dirinya untuk tunduk kepada al hak dan tidak bertahan di atas kebatilan dengan menolak nas-nas yang muhkam dengan akal atau sangkaan pikirannya. Apalagi jika itu semua ia lakukan karena bersandar kepada riwayat-riwayat lemah yang tidak kuat menghadapi teks-teks wahyayn (Al Qur’an dan Al Hadits) yang telah menerangkan persoalan ini dengan bahasa yang paling fasih dan memberikan gambaran yang paling jelas.
Al Qur’an dan hadits telah memperingatkan kita dari meniti jejak selain orang-orang yang kokoh ilmunya, ar-rasikhin fil ilm dengan mengikuti ayat ayat mutasyabih serta meninggalkan yang muhkam.Allah Ta’ala berfirman;
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ
“Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya,” (Qs. Ali Imran; 7)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; “Apabila kamu dapati orang-orang yang mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih, mereka itulah orang-orang yang Allah tandai. Berhati-hatilah kamu dari mereka.”
Maka berdasarkan ini siapa pun yang menolak kebenaran dari Al Qur’an dalam perkara yang terang, apalagi sandarannya argumentasi yang lebih lemah dari sarang laba-laba, merekalah orang-orang yang telah Allah tandai. Dan akan kami sebutkan pada bab tersendiri argumentasi mereka sekaligus sanggahannya.
Kemudian wajib atas setiap muslim yang sayang kepada dirinya, agar mengikuti para salafus shalih yakni para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in dalam beragama. Karena para shahabat adalah kaum yang telah mengambil agama ini secara langsung dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka mencontoh beliau pada setiap lini kehidupan dari perkara dunia dan akhirat.
Oleh sebab itu keimanan mereka adalah tolok ukur kebenaran, kapan seseorang berpaling darinya berarti dia telah berpaling dari kebenaran dan meninggalkannya. Begitu pula jalan hidup mereka adalah sabilul mukminin yang Allah Ta’aala sebut dalam kitab-Nya bahwa barangsiapa membencinya dipastikan binasa. Allah Ta’aala berfirman;
فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qs. Al Baqarah; 137)
Dan Dia berfirman;
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰوَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Qs. An-Nisaa’; 115)
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda memuji generasi emas kaum salaf
خير الناس قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم
“Sebaik-baik manusia adalah kurunku (shahabat), kemudian yang setelahnya (tabi’in), kemudian yang setelahnya (tabi’ut tabi’in).”
Berikut ini adalah beberapa kaidah baku dan pakem yang disepakati dalam perkara ini;
1- Semua yang datang dari Al Qur’an adalah hak dan bukan kebatilan, kebenaran dan bukan kesesatan, kebaikan dan bukan kejelekan. Tidak terdapat pada Al Qur’an sedikit pun kebatilan dari depan atau belakang.
2- Perkara terbesar yang Allah jelaskan dalam Al Qur’an dan menjadi pesan utamanya adalah ajakan kepada tauhid dan peringatan dari kesyirikan maka tidak mungkin dalam persoalan terpenting dan isu terbesarnya terjadi kesamaran dalam penjelasannya.
3- Keterangan Al Qur’an tentang hakikat tauhid dan syirik merupakan pakem dan ayat-ayatnya adalah muhkam maka dialah muara dalam memahami teks-teks yang lahiriyahnya bersebrangan.
4- Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam wafat dan beliau meninggalkan ummatnya dalam keadaan terang benderang, tauhid dan syirik jelas pembedanya, dan beliau bersabda; “Sesungguhnya setan telah putus asa untuk diibadahi orang yang shalat di jazirah arab, kecuali dengan cara mengadu domba mereka.” Tapi disamping itu beliau juga bersabda bahwa di akhir zaman kesyirikan akan kembali ke jazirah arab, beliau berkata; “Tidak akan pergi siang dan malam sampai Latta dan Uzza kembali diibadahi.” Dan awal kembalinya kesyirikan ke tengah ummat ini setelah berlalunya tiga kurun yang utama berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam; shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. “Sebaik-baik manusia adalah kurunku, kemudian yang setelahnya, kemudian yang setelahnya.” Maka berhati-hatilah dari mengutarakan satu pendapat sedangkan tidak ada seorang pun pendahulu yang shalih sependapat denganmu dalam hal itu.
5- Tidak ada yang ma’sum dari dosa selain Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tapi sekalipun demikian, Allah berfirman; “Jika kamu melakukan kesyirikan, Allah akan gugurkan amalanmu dan kamu akan menjadi termasuk orang-orang merugi.”Maka selain nabi seperti ulama, orang yang disebut wali, atau orang shalih apabila melakukan perbuatan musyrikin dulu atau membenarkannya bukan dalil benarnya kesyirikan karena dilakukan atau dibenarkan oleh mereka. Melainkan hal itu sebagai bukti kekuasaan Allah yang Maha Berkehendak memberi petunjuk atau menyesatkan.
6- Sejak zaman Ibrahim hingga zaman Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sampai akhir zaman nanti kebenaran tidak akan hilang sama sekali di setiap zaman. Tidak akan berlalu satu zaman kecuali ada kebenaran dan orang-orang yang menyuarakannya dengan lantang, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam; “Akan senantiasa ada sekelompok dari ummatku terang-terangan berada di atas kebenaran. Tidak akan mencelakakan mereka orang-orang yang menyelisihi mereka atau memperdayai mereka sampai datang keputusan Allah dan mereka tetap demikian.”
Maka wajib bagi orang yang sayang kepada dirinya untuk berusaha mencari kebenaran dan tidak merasa cukup sampai datang kepadanya kematian.
7- Diamnya ummat atas terjadinya satu kebatilan bukan bukti benarnya kebatilan itu. Ash-Shan’ani secara panjang lebar menerangkan hal ini dalam At-Tathhir
8- Mengikuti salaf dalam perkara akidah merupakan pondasi ittiba’
Al Muhkafalaf fit Tauhid, Jafar