Pendiri Madzhab
Beliau adalah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i Al Mathlabi, nasabnya bertemu dengan kakek Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Abdu Manaf.
Lahir di Gaza pada tahun 150 H dan diboyong ke Makkah. Menuntut ilmu kepada Mufti Makkah Imam Khalid bin Muslim Az-Zanji dan belajar kepada Al Fudhail bin Iyadh, Sufyan bin Uyainah dan selain mereka.
Pada usianya yang ke 12 beliau pergi ke Madinah dan menghafal kitab “Al Muwatha’” dalam 9 hari sebagai persiapan menuntut ilmu kepada Al Imam Malik. Sehingga jadilah ia murid Imam Malik yang paling berilmu. Selain itu beliau juga belajar dari ulama Madinah dan Makkah lainnya.
Dan pada usianya yang ke 18, Syafi’i telah menjadi seorang mufti disisi pengetahuannya yang dalam akan sya’ir-sya’ir Arab dan ilmu-ilmu bahasa Arab. Sampai-sampai Al Ashma’i perawi sya’ir-sya’ir Arab saja belajar dari Syafi’i sya’ir-sya’ir kabilah Hudzail.
Beliau juga melakukan rihlah/perjalanan ke Yaman dan mengambil ilmu dari Mutharrif bin Mazan, Hisyam bin Yusuf Al Qadhi, Amr bin Abi Salamah dan Yahya bin Hassan. Kemudian beliau pergi ke Irak dan belajar kepada Waqi’ bin Al Jarrah, Muhammad bin Al Hasan, Hammad bin Usamah, Ayyub bin Suwaid Ar-Ramli, Abdul Wahhab bin Abdul Majid dan Ismail. Dan disana beliau menulis kitabnya “Al Hujjah” yang memuat kumpulan madzhabnya yang qadim/lama.
Diantara murid Asy-Syafi’i yang belakangan menjadi ulama besar bahkan menjadi imam adalah Al Imam Ahmad dan Abu Tsaur.
Asy-Syafi’I juga pergi ke Mesir dan disana ia merubah ijtihadnya pada banyak perkara. Dan ia juga rujuk dari pendapat-pendapatnya yang lalu/qadiim dan mulai membangun madzhabnya yang baru/jadiid dan mengimla’ kitabnya yang fenomenal “Al Umm”.
Di Mesir beliau juga menyusun kitabnya yang lain “Ar-Risalah” yang memuat pembahasan seputar ilmu Ushul Fiqh dimana pada kitab inilah peletakan pondasi pertama ilmu ini dan kunci pembuka baginya.
Asy-Syafi’i termasuk mujaddid/pembaharu kurun ke 2 hijriyah karena terkumpul padanya ilmu Ahlulhadits dan ilmu Ahlulra’y dan sekaligus meletakkan dasar ilmu Ushul Fiqh disamping penelitiannya yang sangat luas terhadap hadits-hadits dan riwayat-riwayatnya beserta rijal-rijalnya. Beliau juga memiliki pengetahuan yang luas tentang Al Qur’an dan ilmu-ilmunya, tarikh, sya’ir, adab, bahasa. Disamping ilmunya yang dalam beliat dikenal kewara’annya, ketakwaannya dan zuhudnya terhadap dunia.
Asy-Syafi’i wafat di Kairo pada tahun 204 H
Al Imam Ahmad pernah berkata: Dahulu Asy-Syafi’i laksana mentari bagi dunia dan laksana penyembuh bagi badan. Apa kalian lihat orang seperti ini ada yang meneruskannya atau adakah yang bisa menggantikannya?!
Beliau juga berkata: Dahulu fikih terkunci sampai Allah datangkan Asy-Syafi’i.
Abu Zur’ah berkata: Aku tidak mengetahui ada orang yang lebih besar jasanya kepada ummat Islam melebihi Asy-Syafi’i.
Semoga Allah merahmati beliau dan meridha’inya.
Imam-imam Madzhab
Diantara perawi madzhab qadiim yang terkenal adalah: Al Imam Ahmad, Abu Tsaur, Az-Za’farani dan Al Karabisi.
Dan diantara murid-murid Imam Asy-Syafi’i yang menukil darinya madzhabnya yang baru/jadiid; Al Muzani, Al Buwaithi, Rabi’ Al Muradi, Harmalah, Rabi’ Al Jizi, Yunus bin Abdul A’la yang dijuluki oleh Al Imam Asy-Syafi’i sebagai perawi madzhab. Dan semua mereka wafat pada kurun ke 3
Kemudian datang setelah mereka generasi berikut dan thabaqat-thabaqat yang banyak dari para ulama diantara mereka yang paling populer pada kurun ke 4: Al Imam Ibnu Suraij, Al Qaffal Al Kabir Asy-Syasyi, Abu Hamid Al Isfraini, Al Ishtakhri, Al Marwazi, Ibnu Abi Hurairah dan Ibnul Qash.
Kemudian pada kurun ke 5 ada Al Mawardi, Abu Ishaq Syirazi, Abu Muhammad Al Juwaini dan anaknya Imam Al Haramain, Al Baihaqi, Al Bundnizi, Al Muhamili, Al Qaffal Ash-Shaghiir Al Marwazi, Al Qadhi Husain, Al Faurani, Al Mas’udi, Al Khathib Al Baghdadi, Ibnu Ash-Shabbagh dan Al Mutawalli.
Kemudian pada kurun ke 6 ada Al Ghazali Hujjatul Islam, Asy-Syasyi, Al Baghawi dan Al Umrani.
Kemudian pada kurun ke 7 ada Ibnu Ash-Shalah, Al Qazwini, Abul Hajjaj Al Mizzi, Al Izz bin Abdussalam, Ibnu Daqiq Al ‘Id, An-Nawawi, Ar-Raafi’i (keduanya Syaikh madzhab)
Dan pada kurun ke 8 ada Ibnu Al Wardi, Ibnu Ar-Rif’ah, Al Qumuli, Adz-Dzahabi, Al Isnawi, Al Adzra’i, Al Bulqini, Ibnu Al Mulaqqin, Az-Zarkasyi, At-Taqi As-Subki Ali dan anaknya At-Taj Muhammad, Ibnu Jama’ah dan Al Hishni.
Kemudian Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani, Ibnu Al Muqri’ pada kurun ke 9.
Dan ada As-Sakhawi, As-Suyuthi, Syaikhul Islam Zakariya Al Anshari, Al Khathib Asy-Syirbini, Asy-Syihab Ar-Ramli dan anaknya Asy-Syams dan Ibnu Hajar Al Haitsami pada kurun ke 10.
Dan selain mereka dari ulama-ulama yang menonjol dalam karya tulis mereka pada kurun-kurun berikutnya, semoga Allah meridha’i mereka semua. Sungguh lembaran-lembaran ini tidak cukup untuk menuliskan nama-nama rijal madzhab satu persatu. Dan cukup dalam hal ini kitab Al Imam As-Subki “Thabaqat Asy-Syafi’iyyah Al Kubra” dalam enam jilid yang menampakkan banyaknya ulama madzhab ini dan tingkat perhatian yang tinggi yang didapat oleh madzhab ini dibanding madzhab-madzhab lainnya, sampai-sampai para imam pada setiap disiplin ilmu dan rujukan utamanya, mereka bermadzhab syafi’i.
Ulama-ulama rujukan pada berbagai disiplin ilmu yang bermadzhab Syafi’i
Diantara ulama ushul ada Al Juwaini penulis “Al Burhan” dan Al Ghazali penulis “Al Mushtashfa”
Dan diantara imam hadits ada Muslim bin Al Hajjaj, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, An-Nasa’i, Ad-Daruquthni, Al Bazzar, Ibnu Al Jarud, Ibnu Khuzaimah, Ibnu ‘Awanah, Ibnu Hibban, Abu Nu’aim, Ibnu Al Mundzir, Al Khatthabi, Abu Hatim Ar-Razi, Al Khatib Al Baghdadi
Diantara pada huffadz ada Al Baihaqi penulis “As-Sunan”, At-Taqi As-Subki, Ibnu Hajar Al Asqalani penulis “Fathul Bari” dan Ibnu Katsir penulis “Jami As-Sunan wal Masanid”
Dan diantara ulama tarikh ada Ibnu Asakir penulis “Tarikh Dimasyq”, Adz-Dzahabi penulis “Siyar A’lam An-Nubala’” dan Ash-Shafadi penulis “Al Wafi”
Dan diantara ulama kalam ada Al Fakhr Ar-Razi penulis “Al Mathalib Al ‘Aliyah fil Ilm Al Ilahi”
Dan diantara ulama tafsir ada Al Mawardi, Al Baghawi penulis “Ma’aalim At-Tanzil”
Dan diantara ulama Qira’ah ada Ibnu Al Jazari penulis “An-Nasyr”
Dan diantara ulama bahasa ada Al Fairuz Abadi penulis “Al Qamus”
Dan diantara imam-imam sufiyah ada Al Qusyairy penulis “Ar-Risalah Al Qusyairiyah”
Dan jumlah yang banyak dari para ulama nahwu dan adab serta selain mereka dari pilar-pilar ilmu dan syari’at.
Tarikh Madzhab
Tarikh madzhab Syafi’i dapat disimpulkan melalui lima tahapan:
Pertama: Ta’siis/peletakan asas dan pondasi. Tahapan ini berakhir dengan wafatnya Al Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah dan meninggalkan untuk kita kitab beliau “Al Umm” dan kitab-kitab lainnya.
Kedua: An-Naql/penukilan. Pada tahapan ini murid-murid Al Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah dan para shahabat beliau berperan menyebarkan madzhab guru mereka. Dan diantara kitab mereka yang terkenal “Mukhtashar Al Muzani”
Ketiga: At-Tadwiin/penyusunan. Yakni penyusunan furu’ madzhab Asy-Syafi’i disertai dengan masalah-masalah yang semakin meluas. Dan pada tahap ini lahirlah dua metodologi:
1- Thariqah Al ‘Iraqiyin. Dikepalai oleh Asy-Syaikh Abu Hamid Al Isfraini dan diikuti oleh Al Mawardi, Abu Thayyib At-Thabari, Al Bandiniji, Al Muhamili dan Salim Ar-Razi.
2- Thariqah Al Khurasaniyin. Dikepalai oleh Al Qaffal Ash-Shaghiir Abu Bakr Al Marwazi dan diikuti oleh Abu Muhammad Al Juwaini, Al Faurani, Al Qadhi Husain, Abu Ali As-Sinji dan Al Mas’udi.
Keempat: At-Tahrir. Melalui jasa dua syaikh madzhab Ar-Rafi’i dan An-Nawawi pada kitab mereka berdua “Al Muharrar” dan “Fathul Aziz bi Syarh Wajiz Al Ghazali” karya Ar-Rafi’i dan “Al Minhaj” dan “Al Majmu’ Syarh Muhadzab Asy-Syirazi” dan “Raudhat At-Thalibin” karya An-Nawawi, dimana mereka berdua berperan dalam penguraian dan pendataan masalah-masalah madzhab disertai dengan dalil-dalilnya dan pentarjihan antara riwayat-riwayat madzhab dan pendapat-pendapat seputarnya.
Kelima: Istiqrar/pematangan dan pembakuan. Tahapan ini tampak pada karya dua faqih besar Ibnu Hajar Al Haitsami pada kitabnya “Tuhfatul Muhtaj bi Syarh Al Minhaj” dan Asy-Syams Ar-Ramli pada kitabnya “Nihayatul Muhtaj ila Syarh Al Minhaj” dimana keduanya mengulas masalah-masalah yang tidak disinggung Asy-Syaikhain (Ar-Rafi’i dan An-Nawawi) dari pendapat-pendapat madzhab dan riwayat-riwayatnya. Selain itu keduanya juga melengkapi yang tersisa dari furu-furu madzhab dan meneliti masalah-masalah pada beragam bab-bab.
Dan ketika madzhab telah rampung pematangannya melalui jasa An-Nawawi dan Ar-Rafi’i, kemudian permasalahan yang tersisa telah usai pembahasannya melalui jasa Ibnu Hajar dan Ar-Ramli, para ulama yang datang setelah mereka bersandar kepada kitab mereka dalam perkara fatwa.
Sehingga apa-apa yang disepakati oleh An-Nawawi dan Ar-Rafi’i itulah yang mu’tamad/dinilai sebagai madzhab. Dan kapan keduanya berselisih, An-Nawawi didahulukan. Dan dibolehkan fatwa dengan salah satu dari pendapat mereka berdua. Sedangkan apa-apa yang disepakati oleh Ibnu Hajar dan Ar-Ramli dari masalah-masalah yang tidak disinggung pendahulunya, itulah yang mu’tamad. Dan kapan keduanya berselisih, ulama Hijaz dan Hadhramaut mendahulukan pendapat Ibnu Hajar, sedangkan ulama Syam dan Mesir mendahulukan pendapat Ar-Ramli.
Adapun para penulis dari ulama-ulama selain mereka yang pendapat-pendapatnya banyak dinukil, dibolehkan beramal dengan pendapat-pendapat tersebut dan berfatwa dengannya. Kecuali pendapat-pendapat yang disepakati bahwa itu kesalahan atau kealpaan atau pendapat yang lemah.
Wallahua’lam