Segala puji hanya milik Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah dan keluarga beliau dan para shahabatnya dan orang-orang yang setiap kepadanya. Amma ba’du;
Pertanyaan;
Ada seorang penanya yang berkata di Forum Dakwah Tauhid Salafiyah, wahai Syaikhana kami sangat berharap kepada Anda untuk menjelaskan apa hubungan antara memberi udzur kepada para penyembah kuburan dengan sebab kejahilan dan mendaulat mereka muslim dengan akidah irja’?
Jawab;
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji hanya milik Allah. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah. Amma ba’du;
Sesungguhnya irja’ ada dua makna yang dikenal oleh para ahli ilmu;
Pertama; Mengeluarkan amalan dari hakikat iman. Dari sini dibangunlah anggapan bahwa meninggalkan amalan sama sekali tidak mencederai (keimanan) dan orangnya tetap berada di atas keislaman (muslim), padanya terdapat pokok keislaman.
Kemudian datanglah Murji’ah yang membela perkataan Jahm bin Shafwan, mereka ini Murji’ah Asya’irah, yakni sebagian dari golongan yang ghuluw. Mereka berkata bahwa apa yang dikenal dengan pembatal-pembatal keislaman, dan diantaranya perbuatan menyembah berhala, melakukan kesyirikan dan selainnya, ini semua tidak membatalkan keislaman dalam artian pokok keimanannya tidak batal, karena perbuatan tidak termasuk ke dalam hakikat iman. Ini konsekwensi anggapan mereka, bahwa kesyirikan dan pembatal-pembatal keislaman tidak membatalkan pokok keislaman.
Syaikhul Islam berkata apabila kamu sebutkan dihadapan mereka (Murji’ah) nas-nas yang tidak terbantahkan dan ijma bahwa kesyirikan mengeluarkan (pelakunya) dari Islam, mereka berkata; Menurut kami perbuatan ini adalah bukti akan hilangnya ilmu dari dalam hatinya, dan kami mengatakan bahwa barangsiapa terjatuh kepadanya (pembatal-pembatal keislaman) kafir di dunia, tapi dia tidak kafir karena perbuatan itu melainkan perbuatan-perbuatan ini menunjukkan bahwa dia tidak memiliki ilmu dan pengetahuan tentang Allah.
Jadi mereka menetapkan bahwa orang itu kafir dengan sebab perbuatan-perbuatan yang merupakan pembatal-pembatal keislaman seperti kesyirikan kepada Allah Azza wa Jalla. Ini makna yang pertama, yaitu mengeluarkan amalan dari hakikat keimanan. Dari situ mereka menganggap barangsiapa terjatuh kepada pembatal-pembatal keislaman seperti kesyirikan kepada Allah, dia tidak kafir karena perbuatannya, melainkan kata mereka; Kami kafirkan dia berdasarkan petunjuk nas bahwa barangsiapa terjatuh ke dalamnya berarti dia tidak memiliki sedikitpun pengetahuan yang menjadi pokok keimanan.
Kedua; Irja’ yang artinya memberi roja’ (harapan). Karena kelompok Murji’ah dahulu mengira barangsiapa meninggalkan amalan secara keseluruhan, dan barangsiapa terjatuh kepada kemaksiatan-kemaksiatan muslim, pokok keislaman dan keimanannya tidak batal dan bisa diharapkan masuk surga.
Ini terkait dengan Murji’ah generasi pertama. Adapun Murji’ah kontemporer, mereka mengambil mazhab ini dan menambahkan padanya pokok-pokok yang keji, lebih buruk dari apa yang dianut oleh para pendahulunya.
Kelompok Murji’ah kontemporer yang berbicara seputar permasalahan udzur bil jahl dan mengira bahwa maksud dari udzur bil jahl adalah tidak mengkafirkan para penyembah kuburan, penyembah berhala dan orang-orang yang terjatuh ke dalam pembatal-pembatal keislaman, mereka menambah-nambah atas peninggalan pendahulunya dari sisi kata mereka barangsiapa melakukan kesyirikan dan beribadah kepada thaghut tidak kafir dan tidak keluar dari Islam. Untuk itu mereka berdalih bahwa pelakunya jahil, tidak tahu dan bukan orang yang membangkang. Dari situ mereka menganggap para penyembah thaghut, musyrikin dan semua orang yang terjatuh kepada pembatal-pembatal keislaman sebagai muslim. Mereka menyelisihi pendahulunya dari sisi bahwa pendahulu mereka menghukumi orang-orang tersebut kafir berdasarkan nas bahwa dia kufur (ingkar) terhadapnya (Islam) bukan karena perbuatan adalah kekufuran sendiri. Adapun Murji’ah kontemporer mengatakan, kami tidak mengkafirkannya di dunia, kami menghukumi dia muslim. Sehingga jadilah mereka lebih ekstrem daripada Jahm bin Shafwan dan orang-orang yang sejalan dengannya, dimana mereka menganggap orang-orang itu muslim.
Tidak diragukan lagi bahwa Murji’ah terdahulu meskipun pendapat mereka jelek, dan para ulama salaf dan ulama ummat mencela mereka, tidak diragukan bahwa mereka masih lebih wara’ dari penerusnya. Karena mereka telah melihat kepada nas-nas dan mendapati nas-nas tersebut tidak terbantahkan, menunjukkan akan kafirnya orang yang melakukan kesyirikan dan gugur amalan mereka. Dari sini mereka segan menabraknya terang-terangan sehingga mereka mengatakan; Menurut kami orang itu kafir! Adapun Murji’ah modern karena kurangnya ilmu dan sifat wara’ pada mereka, mereka mengatakan bahwa para penyembah thaghut dan orang-orang yang beribadah kepada selain Allah Azza wa Jalla tidak kami kafirkan. Sehingga jadilah mereka mendatangkan mazhab di dalam Irja’ yang lebih jelek dan lebih buruk dari mazhab Jahm bin Shafwan dan orang-orang yang membelanya dari kalangan ahli kalam.
Pertanyaan di jawab oleh; Asy-Syaikh Dr. Abdullah Al Jarbu’ hafidzahullah
———————————–
الذين يعذرون عباد القبور بالجهل أخبث من الجهم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
السؤال : يقول السائل من منتديات دعوة التوحيد السلفية : شيخنا نرجو منفضيلتكم توضيح علاقة عذر عباد القبور بالجهل و زعم أنهم مسلمين بعقيدةالإرجاء .
الشيخ الجربوع : بسم الله الرحمن الرحيم ، الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله ، أما بعد ؛ فإن الإرجاء له معنيان معروفان عند أهل العلم .
الأول : إخراج العمل من حقيقةالإيمان ، و رتبوا على ذلك أنه لا يضر تركالعمل بالكلية ، و يبقى مسلما ، عنده أصل الإسلام . ثم جاءت المرجئة الذيننصروا قول الجهم بن صفوان ، و هم مرجئة الأشاعرة – بعض غلاتهم – ، فقالواأن ما يُعرف بنواقض الإسلام ، و منها عبادة الأصنام و الشرك و غيره ، قالوا : هذه لا تنقض الإسلام ، لا تنقض أصل الإيمان ، لأنها غير داخلة في حقيقته، هذا ما رتبوه عليه ، بأن الشرك ونواقض الإسلام لا تبطل أصل الإسلام .
وقال شيخ الإسلام أنه عندما ذُكرت لهم النصوص القاطعة و الإجماع على أنالشرك مخرج من الإسلام ، قالوا : نقول بأن هذه الأعمال دليل على انتفاءالعلم من قلبه ، و أننا نقول أن من وقع فيها كافر ، في أحكام الدنيا ، لكنهلم يكفر بها . إنما دلت هذه الأعمال على أنه ليس عنده العلم و المعرفةبالله . إذن هم يثبتون أنه كافر بهذه الأعمال التي هي نواقض الإسلام كالشركبالله عز وجل . إذن ؛ هذا المعنى الأول و هو : إخراج العمل من حقيقةالإيمان . و رتبوا عليه أن من وقع في نواقض الإسلام كالشرك بالله ، أنه لايكفر بها ، و لكنهم قالوا : أننا نحكم بكفره بدلالة النص على أن من وقعفيها يكون ليس عنده شيء من المعرفة التي هي أصل الإيمان .
و المعنى الآخر : الإرجاء بمعنى إعطاء الرجاء ، و كان المرجئة الأولونزعموا أن من ترك العمل بالكلية ، و أن من وقع في المعاصي أنه مسلم لا ينتقضأصل إسلامه و إيمانه ، و يُرجى له الجنة .
هذا بالنسبة للمرجئة المتقدمين ، أما هؤلاء المتأخرون فإنهم أدخلوا هذاالمذهب و زادوا عليه أصولا قبيحة أشنع مما قاله الأولون . المرجئةالمعاصرون الذين يتكلمون في العذر بالجهل و يزعمون أن معنى العذر بالجهلعدم تكفير عباد القبور و عباد الأصنام و الواقع في نواقض الإسلام ، هؤلاءزادوا على الأولين ؛ من جهة أنهم يقولون أن من وقع في الشرك و تلبس بعبادةالطاغوت أنه لا يكون كافرا ، و لا يخرج من الإسلام ، و احتجوا لذلك بأنهجاهل لم يعرف و لم يعاند . و رتبوا عليه الحكم بإسلام من عبد الطاغوت والمشركين و جميع الواقعين في نواقض الإسلام . و خالفوا المرجئة المتقدمينبحيث أن أولئك يحكمون بكفره بدلالة النص على أنه يكفر بذلك ، لا لأن العملمكفر بحد ذاته . أما هؤلاء فقالوا لا نحكم بكفره في أحكام الدنيا ، بل نحكمبإسلامه . هؤلاء زادوا على الجهم بن صفوان و من قال بقوله ؛ بأنهم زعمواأنه يكون مسلما .
و لا شك أن أولئك الأولين مع شناعة ما قالوا و تشنيعالسلف عليهم و علماء الأمة لا شك أنهم أكثر ورعا من هؤلاء ، إذ أنهم قدنظروا إلى النصوص و وجدوا أنها قاطعة في كفر المشرك و حبوط عمله ، فتهيبواأن يصادموها صراحة ، فقالوا : نقول بكفره . أما هؤلاء لقلة علمهم و جسارتهمو قلة ورعهم فإنهم يقولون أن عابد الطاغوت و عابد غير الله عز و جل المشركلا نقول بكفره . فهم جاؤوا بمذهب في الإرجاء أشنع و أخبث من قول الجهم بنصفوان و من نصره من المتكلمين
https://www.youtube.com/watch?v=XzIlr9JhrK0
.