Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya. Disini:
http://www.tauhidfirst.net/syarah-pokok-ke-2-pokok-kaidah-ajaran-islam/
Kemudian penulis berkata: (Kedua) Memberi peringatan dari (bahaya) kesyirikan dalam peribadahan kepada Allah Ta’aala dan bersikap keras di dalamnya dan membangun permusuhan padanya serta mengkafirkan orang yang melakukannya.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata: Maka tidak menjadi utuh kedudukan tauhid tanpa ini semua. Inilah agama para rasul. Mereka memperingatkan kaumnya dari (bahaya) kesyirikan, seperti yang Allah firmankan;
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):”Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu”. (QS. 16:36)
Dan Allah Ta’aala berfirman;
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya:”Bahwasanya tidak ada Ilah(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. 21:25)
Dan Allah Ta’aala berfirman;
وَاذْكُرْ أَخَا عَادٍ إِذْ أَنذَرَ قَوْمَهُ بِالْأَحْقَافِ وَقَدْ خَلَتِ النُّذُرُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ
“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Aad yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di Al-Ahqaaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan mengatakan):”Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar”. (QS. 46:21)
Ucapan penulis: “dalam peribadatan kepada Allah”, ibadah adalah sebuah nama yang terkumpul di dalamnya semua yang Allah cintai dan ridha’i dari ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang lahir dan tersembunyi.
Ucapan penulis: “dan bersikap keras di dalamnya”, hal ini kita dapati dalilnya dalam Al Kitab dan As-Sunnah, seperti firman-Nya;
فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌ مُّبِينٌ وَلَا تَجْعَلُوا مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ إِنِّي لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌ مُّبِينٌ
“Maka segeralah kembali kepada (menta’ati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. Dan janganlah kamu mengadakan ilah yang lain di samping Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu”. (QS. 51:51)
Kalau tidak ada sikap keras Nabi dan para shahabatnya tentu tidak akan ditimpa berbagai siksaan yang keras dari Quraisy sebagaimana diceritakan pada kitab-kitab sirah, karena para shahabat mendahului mereka dengan mencela ajaran mereka dan melecehkan sesembahan mereka..
Ucapan penulis: “dan membangun permusuhan padanya”, seperti yang Allah firmankan;
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
“…maka bunuhlah orang-orang musyirikin di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. (QS. 9:5) dan ayat-ayat yang serupa dengan ini ada banyak sekali, seperti firman-Nya;
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ
“Dan peranglah mereka, supaya jangan ada fitnah (kesyirikan) dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan”. (QS. 8:39)
Dan fitnah artinya kesyirikan. Dan Allah lebeli pelaku kesyirikan dengan kekufuran pada ayat-ayat yang tidak terhitung jumlahnya. Maka harus dengan mengkafirkan mereka juga.
Inilah kandungan Laa ilaaha Illallah, kalimat ikhlas. Maka tidak menjadi utuh makna kalimat ini (pada diri seseorang) kecuali dengan mengkafirkan siapa saja yang menjadikan sekutu bagi Allah dalam peribadahan kepada-Nya, seperti yang terdapat pada hadits yang shahih;
من قال لا إله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله تعالى
“Barangsiapa mengucapkan “Laa ilaaha Illallah (tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah)” dan dia kufur (ingkar) kepada apa-apa yang diibadahi selain Allah, maka terlindungilah harta dan darahnya, dan perhitungan baginya kelak disisi Allah Ta’aala.”
Maka ucapan di dalam hadits; “dan dia kufur kepada apa-apa yang diibadahi selain Allah”, merupakan penegasan terhadap penafian (tidak ada yang berhak diibadahi). Maka darah dan harta seseorang tidak menjadi terlindungi kecuali dengan ini. Jika dia ragu atau tidak yakin, darah dan hartanya belum terlindungi.
Maka perkara-perkara ini semua merupakan keutuhan tauhid. Karena Laa ilaaha Illallah telah diikat –seperti yang diterangkan pada hadits-hadits- dengan ikatan-ikatan yang berat: ilmu (memahami), ikhlas, jujur, yakin, tidak ragu. Maka seseorang tidak menjadi muwahhid (muslim) kecuali dengan terkumpul padanya perkara ini semua, meyakininya, menerimanya, mencintainya, membangun cinta dan benci diatasnya. Dan dengan keseluruhan yang telah disebutkan oleh guru kami, itu semua bisa diraih.
(bersambung)