Belakangan ini populer pernyataan bahwa minta doa kepada mayit hukumnya bid’ah, bukan syirik. Orang-orang yang berpendapat seperti ini membedakan antara perbuatan beribadah kepada orang shalih seperti yang dilakukan musyrikin[1], dengan perbuatan minta syafaat kepada mereka seperti mengatakan; “Wahai Rasulullah, doakan kami!”[2]
Mereka berkata; Orang jahiliyah dulu musyrik karena memberikan ibadah kepada selain Allah, adapun minta syafaat kepada Nabi tanpa memberikan kepadanya ibadah bukan kesyirikan, tapi hanya kebid’ahan saja.[3]
Dalam hal ini mereka bersandar -diantaranya- kepada ucapan Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Al Fatawa (1/351) ketika menyebutkan macam-macam bentuk doa yang menyimpang, beliau berkata: [Kedua; mengatakan kepada mayit atau orang yang tidak hadir (gaib) dari para nabi dan orang-orang shalih; “berdoalah kepada Allah untukku”, atau “berdoalah kepada Rabmu untukku”, atau “mintakan kepada Allah untukku.” Ucapan ini seperti perkataan orang-orang Nashara kepada Maryam dan selainnya. Bentuk doa yang seperti ini tidak ada satu pun orang berilmu ragu bahwa ini tidak boleh, dan ia termasuk bid’ah yang tidak pernah dilakukan oleh seorang pun dari pendahulu ummat ini.]
Ucapan Ibnu Taimiyah rahimahullah; “…dan ia termasuk bid’ah” inilah yang menjadi pegangan mereka sehingga mereka menolak mengatakannya sebagai kesyirikan.
Selain itu kelompok ini juga menolak klaim yang mengatakan bahwa maksud Ibnu Taimiyah rahimahullah dengan “bid’ah” disini adalah bid’ah syirkiyyah (kesyirikan/kufur) dengan alasan bahwa beliau sendiri telah membedakan antara perbuatan yang merupakan syirik besar dengan perbuatan yang hanya kebid’ahan. Dalam kitab Rad ‘Alal Akhna’i (354) Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata; [Telah didapati pada sebagian orang-orang belakangan dalam perkara ini sebuah kebid’ahan yang tidak dianggap mustahab oleh seorang pun imam yang empat, seperti minta istighfar kepadanya (mayit), dan sebagian orang-orang jahil dari masyarakat awam menambahkan (padanya) perbuatan yang haram atau kufur berdasarkan kesepakatan muslimin seperti sujud kepada hujrah dan thawaf disana dan perbuatan semisal ini dari perkara-perkara yang bukan disini tempat yang tepat untuk menjelaskannya.]
Minta istighfar kepada mayit adalah minta kepada mayit untuk berdoa, atau minta doa kepada mayit seperti mengatakan; “wahai fulan (mayit), doakan saya.” Disini Ibnu Taimiyah rahimahullah membedakan hal ini dengan perbuatan sujud kepada hujrah dan mengerjakan thawaf disana, yang mana hal ini termasuk peribadatan kepada selain Allah yang kufur berdasarkan ijma’. Ini berarti antara keduanya ada perbedaan.[4]
Benarkah kedua kasus ini berbeda, atau sebenarnya sama?
Pertama, ummat Islam sepakat bahwa doa adalah ibadah yang agung yang diperintahkan di dalam Islam “Dan Rabmu berkata: berdoalah kepadaku aku akan penuhi” (Qs. Ghafir: 60) maka berdoa kepada selain Allah adalah kesyirikan yang mengusir seseorang dari Islam. Allah Ta’aala berfirman; “Dan barangsiapa berdoa disamping Allah kepada ilah yang lain yang dia tidak memiliki keterangan tentangnya sesungguhnya perhitungan dia adalah disisi Rabnya. Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak beruntung.” (Qs. Al Mu’minun: 117)
Berdoa kepada selain Allah adalah seperti shalat atau puasa untuk kuburan, atau menyembelih untuk wali, jin dan seterusnya. Dan termasuk juga, minta kepada makhluk sesuatu yang tidak disanggupi kecuali oleh Allah, seperti minta hujan, rezeki, atau minta kesembuhan dan lain sebagainya. Kedua macam doa ini disepakati hukumnya syirik besar apabila diberikan kepada selain Allah Ta’aala.
Kedua, tidak dipungkiri bahwa minta syafa’at termasuk ke dalam pengertian minta hajat. Dan syafaat artinya minta kebaikan untuk orang lain. Jadi minta syafaat kepada makhluk artinya minta kepadanya untuk meminta. Maka minta doa kepada mayit termasuk minta syafaat dan ia tidak keluar dari pengertian minta hajat.[5] Memang seseorang yang minta doa kepada mayit tidak minta kepadanya untuk berbuat, seperti memberi rezeki, atau menyembuhkan penyakit, tapi minta kepada mayit untuk berdoa tidak bisa dikeluarkan dari pengertian minta hajat kepadanya, dalam hal ini: berdoa. Karena berdoa juga berbuat.
Ketiga, bahwa syafaat seluruhnya hanya milik Allah. Maka memintanya dari selain Allah termasuk minta dari yang tidak memilikinya. “Katakanlah; milik Allah lah syafa’at seluruhnya.”[6] (Qs. Az-Zumar: 44)
Berdasarkan tiga perkara pokok ini maka minta doa kepada mayit (minta syafaat) tidak bisa dipisahkan dari perbuatan minta hajat kepadanya.
[Dan orang-orang yang mengatakan bahwa perbuatan ini, yaitu minta doa (kepada mayit) berbeda dengan perbuatan minta (kepada selain Allah) yang menjadikan pelakunya musyrik, sesungguhnya telah membatalkan pokok tauhid seluruhnya pada bab ini. Maka memisahkan (antara dua macam perbuatan ini) menabrak dalil.] Syarah At-Thahawiyah, Asy-Syaikh Shalih Alu Syaikh hafidzahullah
Larangan berdoa kepada selain Allah Ta’aala;
Apabila jelas oleh kita perkara ini, ketahuilah sesungguhnya Allah Ta’alaa telah melarang pada banyak ayat di dalam Al Qur’an untuk seseorang berdoa (menyeru/minta) kepada selain-Nya; Allah Ta’aala berfirman;
وأن المساجد لله فلا تدع مع الله أحدا
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyeru seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (Qs. Jin: 18)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata; [Allah Ta’aala berfirman memerintahkan segenap hamba-Nya untuk mentauhidkan-Nya dalam peribadahan kepada-Nya, dan tidak menyeru disisi-Nya siapa pun.]
Al Qurthubi rahimahullah berkata; [Firman Allah, “Maka janganlah kamu menyeru seorang pun di dalamnya disamping Allah.” Ini adalah celaan kepada orang-orang musyrikin yang menyeru selain Allah disamping (mereka menyeru) Allah di Masjidil Haram…]
Dan Allah Ta’aala berfirman;
ولا تدعُ من دون الله مالا ينفعك ولا يضرُّك فإن فعلت فإنك إذاً من الظالمين
“Dan janganlah kamu menyeru selain Allah dari apa-apa yang tidak memberi manfa’at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu; sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu) maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang dzalim.” (Qs. Yunus: 106)
At-Thabari rahimahullah berkata: [Wahai Muhammad, jangan kamu seru apa pun yang tidak memberimu manfaat & mudharat di dunia dan di akhirat selain sesembahanmu dan penciptamu. Yang dimaksud (dengan selain Allah) adalah ilah-ilah dan berhala-berhala. (Dan) jangan pula kamu beribadah kepadanya dengan mengharapkan manfaat darinya atau khawatir mudharat. Karena sesungguhnya mereka semua tidak memberimu manfaat dan mudharat. (Dan) apabila kamu lakukan itu, dimana kamu menyerunya selain Allah, “maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang dzalim” termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah, yang dzalim kepada dirinya sendiri.]
Larangan pada ayat-ayat ini dan ayat-ayat lainnya seluruhnya bersifat umum mencakup semua bentuk doa dan permintaan dan termasuk diantaranya minta doa kepada mayit.
Asy-Syaikh Shalih Alu Syaikh berkata; [Minta doa dari mayit agar Allah memberi keselamatan atau agar Allah memberi ampunan, atau agar Allah memenuhi hajat dan seterusnya ini semua termasuk ke dalam pengertian berdoa (menyeru/minta). Allah Ta’aala berfirman; “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyeru seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (Qs. Jin: 18)
Al ‘Allamah Abdul Lathif bin Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata; [Minta kepada makhluk dan minta pertolongan melalui mereka dalam hal yang tidak disanggupi kecuali oleh Allah adalah kesyirikan yang terang. Dan apabila seseorang berkata; “Wahai waliyullah, berikanlah syafaat kepadaku,” permintaannya haram, dan minta syafaat dari mereka mirip ucapan orang Kristen (yang berkata); “Wahai bunda Maria berikanlah untuk kami syafaat di sisi anak & bapa.” Dan ummat Islam telah ijma’ (sepakat) bahwa ini adalah kesyirikan.] Kasyfu Maa Alqaahu Iblis (213)
Dan dalam Mishbah Adz-Dzalam (hal 211) beliau jugaberkata; [Telah dimaklumi ucapan Nashara (yang mengatakan); “Wahai Bunda Maryam berilah syafaat kepada kami disisi Allah” adalah termasuk seruan apabila dikeraskan. Dan hal itu tidak mengeluarkannya dari pengertian doa dan ibadah berdasarkan ijma’ ummat Islam]
Dan pada halaman (259); [Dan telah berlalu bahwa ucapan Nashara: “Wahai Bunda Maryam, berikanlah syafaat kepada kami disisi Allah” adalah kesyirikan sesuai ijma’ ummat Islam.]
Kalau sebelum ini diketahui dari ucapan Ibnu Taimiyah rahimahullah bahwa beliau mengatakan perbuatan tersebut hanya bid’ah, ketahuilah bahwa Ibnu Taimiyah rahimahullah juga memiliki ucapan pada banyak tempat yang mengatakan perbuatan ini adalah syirik besar. Diantaranya adalah yang terdapat pada Majmu’ Al Fatawa (1/158-159), beliau berkata;
[Dan terkadang mereka berbicara kepada mayit di kuburnya; “Mintalah untukku kepada Rabmu” atau berbicara kepada orang hidup yang tidak hadir seperti disaat orang itu hadir. Dan mereka mendendangkan nyanyian-nyanyian yang mengatakan; “Wahai tuanku Fulan nasibku tergantung kepadamu,” “Aku berada dalam tanggunganmu,” “Berikanlah syafaat untukku disisi Allah,” “Mintakan kepada Allah untuk kami agar Dia memenangkan kami dari musuh kami,” “Mintakan kepada Allah agar Dia mengangkat kesulitan kami,” “Aku mengadu kepadamu ini dan itu, dan mintalah kepada Allah agar Dia menyingkap kesulitan ini.” Atau mereka berkata, “Mintalah kepada Allah agar Dia mengampuni aku.” Maka semua ini dari perbuatan berbicara kepada para malaikat, nabi dan orang-orang shalih setelah mereka wafat, di kuburan mereka dan disaat ketidak hadiran mereka (yang hidup), dan berbicara dengan berhala-berhala tersebut adalah termasuk jenis kesyirikan paling besar yang ada pada orang-orang musyrikin selain Ahli Kitab]
Beliau juga berkata; [Apabila kamu menetapkan perantara-perantara antara Allah dengan makhluknya seperti para hujjab (protokoler) yang ada antara raja dengan rakyatnya, dimana mereka mengangkat kepada Allah hajat keperluan makhluk-Nya, sehingga Allah menunjuki hamba-Nya dan memberi rezeki kepada mereka dengan sebab perantaraan mereka. Makhluk meminta, sedangkan mereka (perantara ini)minta kepada Allah, persis seperti perantara yang ada di sisi raja-raja. Mereka minta kepada raja-raja hajat keperluan rakyatnya, karena kedekatan perantara tersebut dengan rakyat. Dan rakyat minta kepada perantara-perantara tersebut sebagai bentuk adab dari mereka untuk tidak langsung minta kepada raja, atau karena minta melalui perantara lebih ampuh daripada minta secara langsung, karena dekatnya perantara tersebut kepada raja dalam meminta hajat. Barangsiapa menetapkan mereka sebagai perantara dalam bentuk seperti ini, maka dia kafir musyrik, wajib dituntuk untuk bertobat. Apabila dia bertaubat (dilepas), dan jika tidak maka dibunuh.] Majmu’ Fatawa (1/126)
Kesimpulan: Tidak ada pada pihak yang mengatakan bahwa minta doa kepada mayit adalah bid’ah sandaran selain ucapan Ibnu Taimiyah rahimahullah. Sedangkan Ibnu Taimiyah sendiri memiliki ucapan lain yang berbeda yang menggolongkannya sebagai syirik besar. Maka membawa ucapan beliau sejalan dengan petunjuk Al Qur’an lebih tepat dan sesuai dan lebih beradab daripada mempertentangkannya. Karena dalil dalam perkara agama adalah Kitabullah, Hadits & Ijma’ bukan ucapan seorang alim.
Kedua; Ucapan seseorang kepada mayit, Nabi atau selainnya “Wahai fulan, doakan kami,” atau “Wahai fulan, berilah syafaatmu kepada kami” adalah; permintaan dan seruan. Adapun bahwa ucapan ini adalah permintaan hal ini telah kami singgung diatas. Sedangkan bahwa ia sebagai seruan, maka hukumnya termasuk syirik besar dimana orang yang menyeru mayit atau orang yang ghaib darinya, tidak menyeru mereka melainkan dia meyakini pada si mayit atau orang yang ghaib darinya itu memiliki kemampuan khusus seperti mendengar ucapan orang yang menyerunya atau bertindak sesuai keinginan orang yang menyerunya. Dan hal ini bertentangan dengan firman Allah Ta’aala; “Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada menmendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu.Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (Qs. Fathir: 14)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata dalam Syarah Kasyf Syubuhat (hal 93) tentang orang yang minta syafaat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam; [Kemudian sesungguhnya orang musyrik ini tidak mengharap dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk memberinya syafaat. Karena kalau dia menginginkannya dia akan bilang, “Ya Allah, jadikanlah Nabi-Mu memberikan syafaatnya kepadaku.” Akan tetapi dia menyeru Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam langsung. Dan menyeru selain Allah adalah syirik besar yang mengusir dari agama]
Wallahua’lam.
Tajurhalang, 24 Februari 2017
Jafar Salih
Catatan kaki:
[1] Orang-orang jahiliyah dahulu musyrik karena beribadah kepada orang-orang shalih, mereka beribadah kepada orang-orang shalih itu bukan karena mereka bisa mengabulkan doa, meluluskan hajat, melainkan semata-mata karena mengharapkan syafaat mereka disisi Allah. Mereka menyembelih, bernadzar, sujud kepada orang-orang shalih yang mereka anggap sebagai perantara antara mereka dengan Allah. Hal ini sebagaimana yang Allah terangkan di dalam Al Qur’an pada surat Az-Zumar; 3 dan surat Yunus; 18.
[2] Minta doa kepada Nabi Shallallahu ‘Alaiihi Wasallam dimasa hidupnya beliau termasuk tawassul yang dibolehkan. Dahulu sebagian shahabat minta doa kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Adapun sesudah beliau wafat, tidak dinukil dari seorang pun mereka bahwa ada dari mereka yang datang ke kuburan beliau untuk minta didoakan.
[3] Dan disana ada yang mengatakan bahwa perbuatan ini boleh dan bukan kebid’ahan sama sekali. Diantara mereka adalah seorang penulis kontemporer Dr. Muhammad Said Ramadhan Al Buthi. Pendapatnya tidak kami bahas disini karena jauhnya pendapat mereka dari kebenaran.
Adapun yang berpendapat bahwa perbuatan ini bid’ah adalah beberapa ulama yang mulia seperti Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Asy-Syaikh Abdurrahman Al Barrak dan selain mereka. Seluruh mereka menyandarkan pendapatnya ini kepada ucapan Ibnu Taimiyah dalam Al Fatawa.Lihat http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=187225
[4] Terdapat perbedaan yang sengit dalam mendudukkan ucapan Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam perkara ini. Apa yang telah dinukil adalah dalil bagi pihak yang menganggap bahwa kedua bentuk perbuatan diatas adalah berbeda. Dan disana terdapat ucapan Ibnu Taimiyah rahimahullah juga di tempat lainnya yang menguatkan pendapat mereka yang menganggap keduanya adalah sama, sama-sama syirik besar yang membatalkan Islam. Kami akan nukilkan pada uraian di atas insyaAllah.
[5] Ucapan orang yang mengatakan minta kepada mayit untuk berdoa bukan termasuk minta hajat, karena dalam hal ini orang tersebut bukan minta si mayit untuk berbuat seperti memberinya rezeki, adalah pemisahan yang butuh kepada dalil.
[6] Telah dijelaskan bahwa termasuk minta syafaat adalah minta doa. Yang dikritisi disini adalah minta doa kepada mayit. Adapun minta doa kepada orang yang masih hidup, hal ini tidak diperselisihkan hukumnya boleh.