Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya. Disini:
http://www.tauhidfirst.net/syarah-pokok-ke-2-pokok-kaidah-ajaran-islam/
1- Kemudian penulis berkata: “Dan orang yang menyelisihi hal ini beragam. Orang yang paling jelek penyelisihannya adalah yang menyelisihi keseluruhan (pokok-pokok ini), menerima kesyirikan dan meyakininya sebagai agama dan mengingkari tauhid dan meyakininya sebagai kebatilan.”
Sebagaimana (hal ini) kondisi mayoritas (manusia). Sebabnya adalah jahil terhadap kandungan Al Kitab dan As-Sunnah berupa ilmu tauhid dan apa-apa saja yang menafikannya dari berupa kesyirikan, tandingan dan mengikuti hawa nafsu serta ajaran nenek moyang. Sebagaimana ini kondisi orang-orang sebelum mereka yang semisal dengan mereka dari musuh-musuh para rasul. Mereka menuduh ahli tauhid dengan tuduhan dusta, palsu dan kebohongan serta tuduhan-tuduhan keji lainnya. Dan hujjah mereka adalah;
قَالُوا بَلْ وَجَدْنَا آبَاءَنَا كَذَٰلِكَ يَفْعَلُونَ
“Mereka menjawab:”(bukan karena itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian”.(QS. 26:74)
Jenis manusia seperti ini dan yang akan disebutkan setelah ini, mereka telah membatalkan kandungan dan maksud yang ditunjukkan oleh kalimat ikhlas serta apa yang dikandung olehnya dari agama yang Allah tidak terima agama selain agama ini. Yaitu agama Islam yang dengannya Allah mengutus semua nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya, dan dakwah mereka serempak berdiri diatas prinsip ini, sebagaimana hal ini tidak samar pada kisah yang Allah ceritakan tentang mereka dalam kitab-Nya.
2- Kemudian penulis berkata; “Dan diantara manusia ada yang beribadah kepada Allah semata, tapi tidak mengingkari kesyirikan dan tidak memusuhi musyrikin.”
Dimaklumi bahwa orang yang belum mengingkari kesyirikan, belum mengenal tauhid dan belum mendatangkan tauhid. Dan kamu telah mengetahui bahwa tauhid tidak tercapai melainkan dengan menafikan kesyirikan dan mengingkari thaghut yang disebutkan dalam ayat.
3- Kemudian penulis berkata; “Dan diantara mereka ada yang memusuhi mereka tapi tidak mengkafirkan mereka.”
Jenis manusia seperti ini juga belum mendatangkan apa yang ditunjuki oleh Laa ilaaha Illallah dari berupa menafikan kesyirikan dan apa yang dikandung olehnya berupa mengkafirkan orang yang mengerjakannya (kesyirikan) setelah adanya bayan (keterangan) berdasarkan ijma’. Dan ia adalah kandungan surat Al Ikhlas dan (surat) “Qul yaa Ayyuhal Kaafiruun”, dan ucapannya (Ibrahim Alaihissalam) dalam surat Al Mumtahanah; “Kafarnaa bikum”.
Barangsiapa tidak mengkafirkan orang yang dikafirkan oleh Al Qur’an, ia telah melanggar apa yang dibawa oleh para rasul dari ajaran tauhid dan konsekwensinya.
4- Kemudian penulis berkata; “Dan diantara mereka ada yang tidak mencintai tauhid dan tidak membencinya.”
Keterangannya, bahwa orang yang tidak mencintai tauhid bukan muwahhid (muslim). Karena inilah agama yang Allah ridha’i untuk segenap hamba-hamba-Nya sebagaimana firman-Nya;
وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian.” (QS. 5:3)
Kalau seseorang ridha dengan apa yang Allah telah ridha dengannya dan mengamalkannya tentu dia akan mencintainya. Maka harus dengan kecintaan karena tanpanya Islam tidak tercapai. Maka tidak ada Islam kecuali dengan kecintaan kepada tauhid.
Syaikh Ahmad bin Taimiyah rahimahullah berkata: Ikhlas adalah kecintaan kepada Allah dan mengharapkan wajah-Nya. Barangsiapa mencintai Allah Ta’aala ia cinta kepada agama-Nya. Barangsiapa yang tidak cinta kepada Allah dia tidak cinta kepada agama-Nya. Dan kecintaan membuahkan kalimat ikhlas dan ia salah satu dari syarat-syarat tauhid.
5- Kemudian penulis berkata: “Diantara mereka ada yang tidak membenci kesyirikan dan tidak mencintainya.”
Saya katakan; Barangsiapa seperti ini keadaannya, ia belum menafikan apa yang dinafikan oleh Laa ilaaha Illallah berupa kesyirikan dan (belum) kufur kepada apa yang diibadahi selain Allah serta berlepas diri darinya. Yang seperti ini bukan keislaman sama sekali. Darah dan hartanya belum terlindungi, sebagaimana ditunjuki oleh hadits terdahulu.
(Bersambung)