Tanya jawab bersama Samahatus-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Pertanyaan: Udzur bil Jahl secara umum apakah ada kaidah-kaidah dan pondasi-pondasi yang menopangnya. Kemudian apakah ia berlaku umum pada setiap waktu dan semua tempat? Dan apakah kejahilan diberi udzur pada masyarakat muslim secara umum dan masyarakat yang disitu ada orang Islam dan selain mereka? Wahai Samahatus-Syaikh, saya mengharapkan arahanmu seputar permasalahan ini, dan apa pondasi-pondasi dan kaidah-kaidah dalam penegakan hujjah. Dan apakah setiap orang yang telah sampai kepadanya satu ayat atau hadits dianggap telah tegak hujjah?
Jawab: Kejahilan dirinci. Udzur ada pada perkara yang mungkin tersamarkan dari persoalan-persoalan hukum, atau persoalan akidah yang mungkin samar. Adapun umumnya kejahilan dalam perkara yang terang tidak ada udzur. Karena pelakunya lalai, menggampangkan. Hal ini berdasarkan Firman Allah Ta’aala; “Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. 9:115) Allah tidak mengatakan; “sampai jelas baginya”, tapi “sampai dijelaskan.”
Dan Allah juga berfirman; “dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. 17:15) Dia tidak mengatakan; “sampai mereka paham kalam Rasul”, tapi “sampai kami utus seorang rasul.”
Maka wajib atas pemimpin dan masyarakatnya memahami kalam Rasul dan memahami Al Qur’an, dan menanyakan apa-apa yang tidak mereka pahami dari keduanya. Karena rasul seorang muballigh/penyambung lisan, dan Al Qur’an muballigh. Allah berfirman; “(al-Qur’an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia” dan Allah berfirman; “Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu.” (QS. 5:67) dan Allah juga berfirman; “Dan al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Qur’an (kepadanya).”. (QS. 6:19). Maka suatu ummat telah sampai hujjah dengan sampainya Al Qur’an dan rasul. Dan siapa saja yang tinggal bersama muslimin sedangkan Al Qur’an ada dan sunnah ada tapi dia tidak peduli, tidak bertanya, tidak ada udzur baginya. Yakni apabila orang seperti dia tidak mustahil baginya mencari tahu.
Contoh orang yang diudzur karena pelanggaran dalam perkara yang samar
Seperti kisah seseorang yang berkata kepada anak-anaknya apabila aku mati bakarlah aku, kemudian buang ke laut. Karena apabila Allah sanggup mengembalikan jasadku pastilah Dia akan mengazabku. Orang ini menyangka kondisi ini akan luput dari kekuasaan Allah, berprasangka keliru disebabkan kejahilan dia terhadap kekuasaan Allah. Lalu Allah mengudzurnya. Ketika Allah mengumpulkan jasadnya dari daratan dan lautan dan diberdirikan dihadapan-Nya Dia bertanya; Apa alasanmu? Orang itu berkata: Takut kepada-Mu. Maka Allah mengampuninya karena rasa takutnya kepada Allah dan karena kejahilannya akan perkara yang detil ini.
Dan begitu pula perkara-perkara yang banyak seperti akad jual-beli, keharaman-keharaman, mungkin tersamarkan pada seseorang beberapa persoalan yang samar dalilnya. Adapun seseorang mendengar Al Qur’an, mendengar As-Sunnah, dan disisinya ada yang menunjukinya tapi dia tidak peduli, tidak bertanya, karena kesyirikan adalah dosa yang paling besar tidak boleh diremehkan seperti mereka meremehkan perkara lainnya. Durhaka kepada orangtua jelas, begitu pula seperti yang dilakukan sebagian orang seperti meninggalkan shalat, karena ini perkara yang jelas, tidak ada udzur. Perkara yang jelas di tengah-tengah muslimin. Adapun perkara yang samar yang mungkin terlewatkan, orang yang melanggarnya diudzur.
Penanya; Kalau begitu wahai Syaikh, wajib atas orang awam untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti?
Jawab: Allah berfirman, “Bertanyalah kepada ulama…” (Qs. Al Anbiya; 7) wajib atas mereka bertanya. Mayoritas orang-orang kafir Allah tidak mengudzur mereka, padahal rasul ada ditengah-tengah mereka. Begitu juga di Madinah Allah tidak mengudzur kaum munafik, tidak mengudzur Yahudi, karena mereka mendengar kalamullah, mendengar Al Qur’an dan tidak mau mengikutinya.