Murjiah secara bahasa adalah ism fa’il dari kata kerja arja’tuhu yang artinya aku menundanya. Dan roja adalah berharap, lawan dari keputusasaan.
Adapun menurut istilah, Asysyahrustani berkata, “Irja’ ada dua pengertian. Yang pertama artinya menangguhkan, seperti yang Allah firmankan;
قَالُوا أَرْجِهْ وَأَخَاهُ وَأَرْسِلْ فِي الْمَدَائِنِ حَاشِرِينَ
“Pemuka-pemuka itu menjawab: “Beritangguhlah dia dan saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir).” (Qs. Al A’raf: 111)
Yakni tunda dan tangguhkan.
Kedua artinya memberikan roja (harapan). Maka penyebutan Murji’ah atas satu kelompok sesuai pengertian pertama karena mereka menunda atau menangguhkan amalan anggota badan dari pengertian iman. Dan sesuai pengertian kedua, adalah karena mereka mengatakan kemaksiatan tidak mencederai iman seperti ketaatan tidak berguna disisi kekufuran.
Iman Menurut Beberapa Mazhab
Iman menurut Ahlussunnah wal Jama’ah adalah ucapan lisan, keyakinan hati dan amalan anggota badan.
Iman menurut Murji’ah keyakinan hati dan ucapan lisan saja.
Iman menurut Karramiyah hanya ucapan lisan.
Iman menurut Jabriyah pengenalan hati.
Dan menurut Mu’tazilah ucapan lisan, keyakinan hati dan amalan dengan anggota badan.
Perbedaan Mu’tazilah dengan Ahlussunnah bahwa pelaku dosa besar menurut Mu’tazilah di dunia bukan mu’min dan di akhirat kekal di neraka. Adapun menurut Ahlussunnah di dunia dia mukmin yang kurang imannya dan di akhirat tidak kekal di neraka apabila memasukinya.
[Syarh Al Washitiyah, Al Fauzan. Halaman 172]
Al Imam At-Thahawi berkata di dalam akidahnya, “Iman adalah pengakuan dengan lisan dan pembenaran dengan hati.”
Al ‘Allamah Ibnu Abil Izz Al Hanafi rahimahullah menjelaskan, “Manusia berselisih tentang pengertian iman dengan perselisihan yang banyak sekali;
- Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, Auza’i, Ishaq bin Rahawaih dan semua Ahlul Hadits dan penduduk Madinah rahimahumullah dan berikut juga Ahlu Dzahir dan sekelompok dari ahli kalam berpendapat iman adalah; pembenaran dengan hati, dan pengakuan dengan lisan dan pengamalan dengan anggota badan.
- Dimana banyak dari sahabat-sahabat kami berpendapat seperti yang disebutkan oleh At-Thahawi bahwa iman adalah pengakuan lisan dan pembenaran hati. Dan ini juga pendapat Abu Manshur Al Maturidi, dan diriwayatkan dari Abu Hanifah
- Kelompok Karramiyah berpendapat bahwa iman adalah pengakuan lisan saja.
- Jahm bin Shafwan dan Abul Hasan Ash-Shalihi seorang pimpinan Qadariyah berpendapat bahwa iman hanya pengenalan hati!
Ibnu Abil Izz Al Hanafi melanjutkan, “Dan perbedaan antara Abu Hanifah dengan para imam lainnya dari Ahlussunnah adalah ikhtilaf suuri…”
[Syarh Al ‘Aqidah Ath-Thahawiyah, halaman 331-332]
Benarkah khilaf antara ahlussunnah dengan murjiah fuqaha hanya beda redaksi saja?!
Asy-Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi hafidzahullah berkata, “Ada yang mengatakan bahwa ikhtilaf antara Murji’ah Fuqaha’ dengan jumhur (Ahlussunnah) adalah khilaf lafdzi (saja). Tapi setelah diselidiki sesungguhnya khilaf ini bukan lafdzi.
Pertama, bahwa jumhur Ahlussunnah mencocoki Al Kitab dan As-Sunnah pada lafal dan makna. Dimana Murji’ah Fuqaha mencocoki Al Kitab dan As-Sunnah pada makna tapi menyelisihi keduanya pada lafal.
Kedua, bahwa Murji’ah Fuqaha’ dalam peyelisihannya dengan Ahlussunnah telah membuka jalan bagi Murji’ah murni dimana Murji’ah Fuqaha’ mengatakan bahwa amalan (anggota badan) bukan termasuk dari iman meski hukumnya wajib. Kemudian masuklah Murji’ah murni yakni Jahmiyah mengatakan; Tidak wajib!
Ketiga, Murji’ah Fuqaha’ membuka pintu bagi orang-orang fasik. Dimana seorang fasik, pemabuk bebas mengatakan, “saya mu’min, iman saya sempurna! Iman saya seperti iman Abu Bakr, Umar dan bahkan Jibril, Mika’il” dengan dalih keimanan itu di dada dan tidak ada kaitannya dengan amalan anggota badan.
Kemudian beliau menjelaskan bahwa Murjiah berkelompok-kelompok;
1- Jahmiyah yang mengatakan iman hanya pengenalan (hati)
2- Karramiyah, pengikut Muhammad bin Karram yang mengatakan bahwa iman hanya pembenaran dengan lisan.
3- Maturidiyah dan Asya’irah dimana menurut mereka iman hanya sekedar pembenaran (hati) meski lisannya tidak mengucapkan. Ini salah satu riwayat dari Al Imam Abu Hanifah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa Abul Hasan Al Asy’ari membela mazhab Jahm!
4- Murji’ah Fuqaha’. Mereka ahli Kufah. Iman menurut mereka adalah pembenaran hati dan pengakuan lisan. Ini riwayat kedua dari Al Imam Abu Hanifah.
Dan orang yang pertama kali mencetuskan bid’ah irja’ adalah Hammad bin Abi Sulaiman guru dari Al Imam Abu Hanifah.
[Syarh Ushulus Sunnah Imam Ahmad, halaman 136]
Perkataan-perkataan Murji’ah;
1- Iman hanya pembenaran hati [Jahmiyah]
2- Iman hanya ucapan lisan [Karramiyah]
3- Iman hanya pembenaran hati dan ucapan lisan [Murji’ah Fuqaha]
4- Iman hanya pembenaran hati, ucapan lisan dan amalan hati bukan anggota badan.
5- Kekufuran hanya terjadi dengan keyakinan atau pengingkaran atau penghalalan. Dalam hal ini mereka berdalil dengan ucapan At-Thahawi, “Kami tidak mengkafirkan seorang pun dari ahli kiblat disebabkan karena dosa selagi tidak menghalalkannya.”
6- Meninggalkan semua amalan anggota badan tidak mengeluarkan seseorang dari Islam.
7- Amalan anggota badan syarat sempurna iman.
8- Ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan kekufuran bukan kekufuran melainkan dalil akan kekufuran (hati).
9- Menjadikan syahwat dan tidak ada niat sebagai penghalang kekafiran.
10- Meninggalkan shalat menurut mereka bukan kekafiran dengan alasan bahwa shalat amalan anggota badan.
[Syarh Aqidah Washitiyah lil Harras, tahqiq Ali Abdul Qadir As-Saqqaf. Halaman 263-265]