Benarkah mengkhususkan penegakan hujjah sebelum takfir dalam persoalan yang samar pendapat bid’ah?

Tersebar di tengah penuntut ilmu pernyataan ((mengkhususkan tawaffurs syuruth intifa’ul mawani’ sebelum pengkafiran dalam persoalan yang samar adalah pendapat bid’ah)). Perhatikan ucapan berikut;

 

Orang yang mengucapkan  perkataan ini menyandarkannya kepada guru kami Asy-Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan tanpa bukti rekaman mau pun tulisan. Sedangkan dalam kitab Al Furuq baina Aqidatis Salaf wa Aqidatil Murji’ah fil Iman halaman 130 yang direkomendasikan guru kami Asy-Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan hafidzahullah penulisnya menerangkan justru kaidah tersebut yakni ((Tawaffurus-Syuruth wan-tifa’il mawani’ )) pemberlakukannya hanya dalam persoalan yang samar adalah perkara ijma’ salaf sebagaimana yang akan kami nukil disini. Kemudian apabila kaidah tersebut diberlakukan umum pada semua kekafiran yang jelas maupun yang samar, apa orang yang menuduh kaidah ini bid’ah konsisten dengan ucapannya terkait orang yang mengingkari hari kebangkitan?! atau ragu terhadap kebenaran risalah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam?! atau orang yang mengangkat nabi palsu?! Apa Anda juga berani mengatakan dalam kasus-kasus ini orangnya tidak kafir sampai ditegakkan padanya hujjah?! Apa menurut Anda orang yang kemarin menghalalkan zina pada desertasinya tidak kafir sampai Anda tegakkan atasnya hujjah?! Ataukah menurut Anda persoalan haramnya zina lebih terang daripada haramnya syirik?! Nas’alullahas Salaamah.

Dan yang saya maksud dengan syarat serta mawani’ disini adalah dalam pegkafiran, bukan syarat ahliyah seperti berakal, sadar, baligh karena persoalan ini diluar pembahasan. Takutlah Anda kepada Allah! Sudah berapa banyak kedzaliman Anda terhadap dakwah ini. Allahul Musta’an.

Berikut ini kami nukilkan perkataan penulis Al Furuq yang menyatakan bahwa kaidah diatas hanya berlaku dalam persoalan yang samar, dan beliau menukil ijma’ salaf dalam hal ini.

Penulis Al Furuq berkata;

Dan disini ada beberapa persoalan;

Persoalan pertama; Sebagian orang yang terpapar syubhat irja’ menegaskan bahwa lafal; ((tidak sah pengkafiran kepada mu’ayyan (person) sampai terpenuhi atasnya syarat-syarat dan terhalau penghalang-penghalang)), pemberlakuannya secara mutlak kepada semua kekufuran.

Ucapan ini tidak benar, karena diantara kekufuran-kekufuran ada yang pelakunya dihukumi kafir dengan sekedar perbuatan yang termasuk ke dalam masa’il dhahirah (persoalan-persoalan yang terang) dari perkara-perkara yang ma’lum minad-diin bid-dharurah, dan dari hal-hal yang kejahilan tidak dibenarkan. Dan diantara persoalan-persoalan ada yang perlu ditinjau dulu ada tidaknya penghalang-penghalang seperti kejahilan, lupa, dipaksa , takwil dan salah. Sebagaimana perlu ditinjau terpenuhi tidaknya syarat-syarat pengkafiran atasnya. Yang demikian ini diantara persoalan yang butuh kepada penjelasan dan keterangan serta penyingkapan dari persoalan-persoalan yang termasuk ke dalam masa’il khafiyah sebagaimana telah lalu.

Dan diatas hal ini kesepakatan kaum salaf, berbeda dengan Khawarij yang ekstrem pada bab takfir dan Murji’ah yang abai.

Yang menjelaskan hal ini adalah ucapan Al Imam Al Mujaddid Al Muhaqqiq Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah; Seorang person tertentu apabila mengucapkan perkataan yang melahirkan kekufuran, sesungguhnya dia tidak dihukumi kafir sampai hujjah yang orang meninggalkannya menjadi kafir tegak atasnya. Dan yang seperti ini pada masa’il khafiyah yang dalilnya mungkin tersamarkan para sebagian orang. Adapun pada persoalan yang mereka terjatuh ke dalamnya dari masa’il dhahirah jaliyyah, atau persoalan yang dikenal ma’lum minad-diin bid-dharurah maka yang seperti ini tidak boleh abstain dalam mengkafirkan pelakunya. Ad-Durar As-Sanniyyah (8/244)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *