Pertanyaan:
Asy-Syaikh Abdullah Aljarbu’ ditanya; Wahai syaikh kami, ada seseorang beberapa waktu yang lalu telah merekam sebuah kajian (pembicaranya) menegaskan akan (adanya) ijma’ dalam udzur bil jahl pada seluruh hal-hal yang mengkafirkan. Dia mengkiyaskan hal ini kepada lupa dan keliru. Dia juga bilang bahwa orang-orang yang tidak memberi udzur dengan sebab kejahilan adalah Khawarij Takfiri. Semua perkataan ini terekam, apa komentar antum?
Jawab:
Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Was-shalatu was-salamu ‘Ala Nabiyyina Muhammad, wa ‘Ala Aalihi wa Ash-haabihi Ajma’in. Amma ba’du;
Adapun perkataannya bahwa terdapat ijma’ dalam memberi udzur karena kejahilan tanpa pengecualian, ini bukan ijma’. Melainkan pendapat ulama tahqiq dari para ahli ilmu dari kalangan Ahlussunnah. Mereka berpendapat adanya udzur bil jahl dalam semua persoalan. Sementara itu sebagian ahli ilmu lainnya seperti Ibnu Jarir At-Thabari, Ibnu Abdil Bar, Asy-Syaikh Ibn Baz, berpandangan bahwa diantara persoalan-persoalan ada yang berupa kesyirikan yang terang, mengingkari adanya Allah Azza wa Jalla, mengingkari rububiyah-Nya persoalan ini tidak seorang pun diberi udzur sebab kejahilannya. Masing-masing kelompok ini memiliki dalilnya sendiri-sendiri. Tapi apabila yang dimaksud dengan udzur bil jahl adalah tidak mengkafirkan orang musyrik, ini adalah kejahilan yang besar. Karena udzur bil jahl adalah pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah tapi yang mereka maksud adalah barangsiapa yang tidak datang kepadanya seorang rasul, atau tidak sampai kepadanya hujjah, maka dia diberi udzur sebab kejahilannya. Tapi apabila dia seorang musyrik, mengerjakan kesyirikan hukumnya seperti ahli fatrah. Di dunia dia kafir dan di akhirat urusannya kembali kepada Allah. Pendapat ini ijma’ di kalangan ahli ilmu. Berpendapat seperti ini bukan berarti tidak memberi udzur dengan sebab kejahilan. Mereka berpendapat ada udzur bil jahl dan berpendapat bahwa ahli fatrah kafir menurut hukum dunia dan nasibnya kembali kepada Allah di akhirat.
Orang-orang Murji’ah kontemporer mencampuradukkan antara dua persoalan ini. Mereka mengambil pendapat Ahlussunnah dengan memberi udzur kejahilan tapi perlakuannya tidak mengkafirkan orang yang melakukan kesyirikan atau orang yang terjatuh ke dalam kekafiran yang terang. Mereka mencampuradukkan antara dua persoalan ini dan mensyaratkan paham hujjah. Begitu juga mereka mengatakan bahwa sampainya hujjah dengan ketersediaan sarana (untuk paham) tidaklah cukup, tapi harus terpenuhi paham hujjah. Ini sebenarnya adalah pendapatnya Al Jahidz dan Al Anbari Al Qadhi Al Mishri Al Qadhi Al Mu’tazili.
Al Jahidz mengatakan tidak cukup sampainya ilmu dan ketersediaan sarana bagi seseorang untuk memahami, melainkan harus tercapai pemahaman dan syubhat hilang. Dan apabila dia berijtihad maka diberi udzur dalam persoalan apa pun. Tidak diragukan hal ini adalah bid’ah Al Jahidzhiyah terserap ke tengah-tengah Murji’ah tersebut sehingga dalam penegakan hujjah mereka mensyaratkan paham hujjah dan syubhat hilang. Ini kesalahan pertama yang ada pada mereka.
Berbeda dengan para ahli ilmu, mereka berpendapat ada udzur bil jahl dan mengatakan bahwa hujjah tegak dengan sampainya ilmu disertai dengan ketersediaan sarana dalam memahami sekalipun (dia mengklaim dirinya) tidak paham.
Kesalahan (mereka) yang kedua adalah warisan Daud bin Jirjis. Yakni mereka mengira bahwa memberi udzur dengan sebab kejahilan artinya selalu tidak mengkafirkan. (Menurutnya) barangsiapa diberi udzur kejahilan artinya tidak dikafirkan. Ini kesalahan besar, orang yang pertama kali mencetuskannya adalah Daud bin Jirjis Al ‘Iraqi An-Naqsyabandi yang bengis, orang yang paling keras permusuhannya terhadap dakwah Islahiyah, dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Maka syubhat orang-orang Murji’ah kontemporer adalah mencampuradukkan antara memberi udzur dengan kejahilan dan tidak mengkafirkan.
Udzur bil jahl sendiri seperti yang saya jelaskan kepada kalian adalah pokok dari pokok-pokok Ahlul Islam dan pendapat ulama Ahlussunnah. Tapi sebarkanlah oleh kalian bahwa berpendapat adanya udzur bil jahl bukan berarti para penyembah thaghut muslim atau tidak kafir. Yang seperti ini sama sekali tertolak dari Ahlussunnah wal Jama’ah. Barangsiapa menisbatkan hal ini kepada Ahlussunnah wal Jama’ah jahil dengan jahl murakkab.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz pernah ditanya tentang mereka yang mengatakan; pandangan kami tentang orang yang menyembah kuburan adalah perbuatannya kufur tapi dia tidak kafir sampai hujjah ditegakkan (kepadanya). Asy-Syaikh Ibn Baz berkata; Mereka orang-orang jahil, mereka tidak punya ilmu! Kemudian beliau mengangkat suaranya seraya berkata: Barangsiapa menampakkan kesyirikan maka dia musyrik, barangsiapa menampakkan kekufuran maka dia kafir.
Inilah rincian (dalam persoalan ini) dan inilah hakikat perselisihan antara orang-orang Murji’ah dengan Al Lajnah Ad-Da’imah dan Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz berpendapat adanya udzur bil jahl, Asy-Syaikh Shalih Al Fauzan berpendapat adanya udzur bil jahl, Al Lajnah Ad-Daa’imah berpendapat adanya udzur bil jahl, dan kami berpendapat adanya udzur bil jahl. Tapi tercapainya pemahaman, hilangnya syubhat bukan syarat dalam tegaknya hujjah. Bahkan siapa saja yang sampai kepadanya ilmu yang mengangkat kejahilan, seperti dia tinggal di tengah muslimin dan mampu belajar tapi berpaling dari Al Kitab dan dari para dai yang menyeru kepada petunjuk dan sebaliknya malah membuka diri dari syubhat-syubhat yang disebarkan oleh para setan jin dan manusia dan kenyang dengannya. Inilah orang yang berpaling dari ilmu dan petunjuk. Hujjah telah sampai kepadanya dan telah tegak atasnya, sehingga tidak ada udzur baginya di sisi Allah Azza wa Jalla.
Berdasarkan ini kita katakan juga, bahwa barangsiapa terjatuh kepada kesyirikan dan kekufuran-kekufuran yang terang yang bertentangan dengan pondasi Islam maka dia musyrik kafir. Apabila belum sampai kepadanya ilmu, maka dia diberi udzur karena kejahilannya dan nasibnya di akhirat terserah Allah. Inilah pendapat yang dijelaskan secara nas oleh para imam yang mengajak kepada petunjuk. Adapun orang-orang yang menyelisihi pendapat ini maka dia terjatuh kepada Irja’ dan ke dalam bid’ahnya Al Jahidz Al Mu’tazili dan Al Anbari dan Daud bin Jirjis. Hanya kepada Allah kita mohon keselamatan.
Diterjemahkan dari
t.me/salafsalitawhid