Syaikh Al Albani
Saya ingin menerangkan tentang hukum syar’i berkenaan dengan persoalan siapakah waliyul amri yang wajib ditaati. Mereka adalah orang-orang yang dalam hukumnya terhadap ummat dan rakyat mereka berpijak diatas kitabullah dan sunnah rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagaimana dahulu para khulafa’ur rasyidun dan raja-raja setelah mereka yang meniti jejak langkah mereka. Pemerintah yang menjunjung tinggi pemberlakuan syariat wajib mentaati mereka.
https://www.youtube.com/watch?v=WHD0o0Ils2k
Syaikh Shalih Al Fauzan
Tanya: Bolehkah memuji pemimpin atau berlebihan dalam memujinya di hadapan khalayak. Atau cukup menyuruh mereka untuk sabar dan komitmen mendengar dan taat dan tidak memberontak?
Jawab; Komitmen untuk diam. Apabila dia ingin menjelaskan kepada khalayak, dia jelaskan bahwa hukum Islam adalah mentaati waliyul amri, mendengar dan taat kepada waliyul amri muslimin. Mendengar dan mentaati mereka dalam urusan yang Allah dan rasul-Nya perintahkan. Dan bersabar atas apa yang mereka perbuat dari kesalahan selagi tidak sampai kepada kekufuran.
http://www.alfawzan.af.org.sa/ar/node/14254
Syaikh Shalih Alu Syaikh
Pertanyaan; Apa hukum mendoakan kebaikan kepada waliyul amri dari atas mimbar pada saat khutbah Jum’at atau selainnya. Dan apa pendapatmu bahwa Asy-Syathibi melarang hal itu dalam Al I’tisham?
Jawab; Mendoakan waliyul amri tidak pernah terjadi di masa Khulafa’ur Rasyidin dan mulai muncul pada akhir zaman shahabat dan zaman tabi’in. Dan terus dianggap sebagai sunnah sampai sekarang ini.
Sebabnya adalah ketika muncul Khawarij dimana mereka menganggap membenci waliyul amri muslimin dan memberontak kepada mereka sebagai bagian dari agama, Ahlussunnah menyelisihi mereka dengan mendoakan (kebaikan) mereka diatas mimbar-mimbar terang-terangan. Sebagaimana mereka juga menyelisihi Rafidhah dengan mendoakan keridha’an bagi istri-istri Nabi dan keluarganya di atas mimbar.
Maka ketika muncul kebid’ahan jadilah menyelisihi ahlul bid’ah sebagai sunnah yang berlaku. Karena itu para ulama menyebutkan bahwa termasuk sunnah-sunnah disaat khutbah Jumat adalah mendoakan waliyul amri. Maka ini termasuk sunnah yang sudah lama berlaku dan termasuk tanda-tanda ahlussunnah. Dan sebaliknya termasuk tanda-tanda ahlul bid’ah adalah mendoakan kejelekan kepada waliyul amri, sebagaimana jelas diterangkan oleh Al Barbahari dalam kitab As-Sunnah.
Tapi berdoa bukan memuji. Memuji tidak boleh, karena tujuan dari pujian adalah dunia. Berbeda dengan mendoakan yang tujuannya adalah kebaikan agama, dunia dan akhirat. Doa landasannya syar’i. Adapun pujian maksudnya bisa berbeda-beda.
Kerena itu para ulama mendoakan, bukan memuji dengan pujian yang mutlak. Sebagian mereka mungkin memuji tapi dengan pujian khusus yang spesifik karena ada suatu manfaat yang didapat dari kebijakan waliyul amri. Tapi sifatnya khusus bukan kaidah yang berlaku umum. Memuji untuk mendorongnya kepada kebaikan dan memotivasinya diatas kebajikan.
Adapun sanjungan, ini bukan perbuatan salafus shalih. Yang mereka lakukan hanya mendoakan. Kerena dengan doa kita berharap kebaikan agamanya. Apabila waliyul amri baik agamanya, banyak persoalan ikut menjadi baik.
http://www.tasfiatarbia.org/vb/showthread.php?t=15279
Syaikh Sulaiman Ruhaili
Dan tidak memuji mereka dengan kebohongan. Wahai ikhwah, Ahlussunnah wal Jama’ah memuji waliyul amri dengan jasa-jasa mereka agar rakyat mencintai mereka. Tapi mereka tidak memuji waliyul amri dengan kebohongan. Karena memuji mereka dengan kebohongan melalaikan mereka dan menipu rakyat. Dan ini bukan ciri Ahlussunnah wal Jama’ah. Maka perhatikanlah hal ini!
Ahlussunnah wahai ikhwah, tidak menghinakan waliyul amri dan tidak mencela mereka dan tidak menimpakan kepada mereka aib-aib. Tapi bersamaan dengan itu mereka tidak memuji mereka dengan kebohongan. Tapi memuji mereka dengan jasa-jasa mereka, dengan maksud syar’i yang shahih. Yaitu menjadikan rakyat mencintai waliyul amri mereka. Dan ini diantara maksud dan tujuan murni syariat.