Pertama; Rusaknya niat
Niat adalah rukun dan asas dari sebuah perbuatan, apabila dikotori oleh penyakit maka amal perbuatan menjadi rusak sebesar kadar penyakit yang mengotorinya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya amalan-amalan itu dengan niat-niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan (balasan) sesuai niatnya.” Muttafaqun ‘Alaihi.
Dalam sebuah sya’ir dikatakan;
Sebuah rumah tidak berdiri kecuali dengan pilar
Sedangkan pilar tidak akan ada kalau pondasinya tidak dibangun
Kapan niat terpapar kotoran apa pun jenisnya seperti cinta popularitas, atau syahwat (dunia), atau ingin diangkat maka kondisi ini cukup dalam menghalangi jalannya dalam meraih ilmu.
Maka niat bisa rusak disebabkan perusak-perusaknya, tapi “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al Ankabut: 69)
Dahulu Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah disamping sifat wara’ dan kedudukannya yang tinggi pernah berkata, “Saya tidak mengobati sesuatu yang lebih berat daripada niatku.”
Apabila seperti ini keadaan seorang Al Imam Ats-Tsauri, maka seperti apa keadaan kita?
Karena itu sudah seharusnya kita memiliki niat yang bersih dalam mencari ilmu. Tidak menginginkan selain wajah Allah Azza wa Jalla. Dan apabila niat terkotori dengan bisikan syaithan, sesungguhnya hal ini bukan suatu yang mengherankan. Yang mengherankan adalah apabila seseorang membiarkan kotoran itu tetap hinggap dalam niatnya. Maka yang wajib atasnya adalah bersungguh-sungguh dalam menghalaunya, memerangi kotoran itu sebisanya dan tidak malas dan putus asa. Bacalah apa yang ditulis para ulama tentang sebagian mereka. Seperti kisah Ad-Daaruquthni, Abul Hasan Ali bin Umar seorang Amirul Mukminin di dalam hadits rahimahullah berkata, “Saya mencari ilmu karena selain Allah, tapi ilmu enggan selain karena Allah.”
Sebagian ulama mencoba menjelaskan maksud dari ucapannya ini, bahwa seorang pelajar bisa jadi niatnya ingin dipuji, dan apabila dia terus belajar, membaca teks-teks (agama) dan sejarah serta mendalaminya dan dia termasuk orang yang Allah kehendaki kebaikan, Allah akan kembalikan dia ke jalan yang benar. Pendalamannya akan menuntunnya kembali kepada kebenaran dan kebaikan. Adapun apabila dia termasuk orang yang memperturutkan hawa nafsunya, sedangkan syahwatnya yang dominan maka dia tidak merugikan selain dirinya sendiri.
Sumber: Ma’aalim fi Thariiq Thalabil Ilmi, Abdul Aziz As-Sadhan, Daar Al ‘Aashimah.
SMPIT Tahfidz Sahabat Teladan